Bayu Suarsa
6a
Oleh Herman
RN
Hakekat bahasa sama pengertiannya dengan ciri atau
sifat hakiki terhadap bahasa. Chaer (1994:33) mengemukakan hakekat bahasa itu
di antaranya adalah sebagai berikut.
- Bahasa sebagai sistem
Kata sistem dalam keilmuan dapat dipahami
sebagai susunan yang teratur, berpola, membentuk suatu keseluruhan yang
bermakna atau berfungsi. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bahasa memiliki
sifat yang teratur, berpola, memiliki makna dan fungsi. Sistematis diartikan
pula bahwa bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun acak.
Karenanya, sebagai sebuah sitem, bahasa juga sistemik. Sistematik atau
sistematis maksudnya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi juga
terdiri atas sub-subsistem atau sistem bawahan. Di sini dapat disebutkan
subsistem-subsistem itu antara lain; subsistem fonologi, subsistem
morfologi, subsistem sintaksis, subsistem semantik. Maka, sebagai sebuah
sistem, bahasa berfungsi untuk memilah kajian morfologi, fonologi, sintaksi,
dan semantik.
2.
Bahasa itu berwujud lambang
Ungkapan lambang tentu sudah sering kita dengar,
semisal ungkapan “merah lambang berani dan putih lambang suci”. Dalam bidang
ilmu, istilah lambang berada dalam kajian semiotika atau semiologi.
Bahasa sebagai lambang, di dalamnya ada tanda, sinyal, gejala, gerak isyarat,
kode, indeks, dan ikon. Lambang sendiri sering disamakan dengan simbol. Dengan
demikian, bahasa sebagai lambang artinya memiliki simbol untuk menyampaikan
pesan kepada lawan tutur. Ia berfungsi untuk menegaskan bahasa yang hendak
disampaikan.
3.
Bahasa itu adalah bunyi
Kata bunyi berbeda dengan kata suara.
Menurut Kridaklaksana (1983:27) bunyi adalah pesan dari pusat saraf sebagai
akibat dari gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam
tekanan udara. Karena itu, banyak ahli menyatakan bahwa yang disebut bahasa itu
adalah yang sifatnya primer, dapat diucapkan dan menghasilkan bunyi. Dengan
demikian, bahasa tulis adalah bahasa skunder yang sifatnya berupa rekaman dari
bahasa lisan, yang apabila dibacakan/dilafalkan tetap melahirkan bunyi juga.
Sebagai bunyi, bahasa berfungsi untuk menyampaikan pesan lambang dari
kebahasaan sebagaimana disebutkan di atas bahwa bahasa juga bersifat lambang.
4.
Bahasa itu bermakna
Bahasa sebagai suatu hal yang bermakna erat kaitannya
dengan sistem lambang bunyi. Oleh sebab bahasa itu dilambangkan dengan suatu
pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran, yang hendak
disampaikan melalui wujud bunyi tersebut, maka bahasa itu dapat dikatakan
memiliki makna. Lambang bunyi bahasa yang bermakna itu, dalam bahasa berupa
satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan
wacana.
5.
Bahasa itu arbitrer
Arbitrer dapat diartikan ‘sewenang-wenang,
berubah-ubah, tidak tetap, mana suka’. Arbitrer diartikan pula dengan tidak
adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi) dengan konsep
atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Hal ini berfungsi untuk
memudahkan orang dalam melakukan tindakan kebahasaan.
6.
Bahasa itu unik
Bahasa dikatakan memiliki sifat yang unik karena
setiap bahasa memiliki ciri khas sendiri yang dimungkinkan tidak dimiliki oleh
bahasa yang lain. Ciri khas ini menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan
kata, sistem pembentukan kalimat dan sistem-sistem lainnya. Di antara keunikan
yang dimiliki bahasa bahwa tekanan kata bersifat morfemis, melainkan sintaksis.
Bahasa bersfiat unik berfungsi untuk membedakan antara bahasa yang satu dengan
lainnya.
7.
Bahasa itu universal
Selain unik dengan ciri-ciri khas tersendiri, setiap
bahasa juga dimungkinkan memiliki ciri yang sama untuk beberapa kategori. Hal
ini bisa dilihat pada fungsi dan beberapa sifat bahasa. Karena bahasa itu
bersifta ujaran, ciri yang paling umum dimiliki oleh setiap bahasa itu adalah
memiliki vokal dan konsonan. Namun, beberapa vokal dan konsonan pada setiap
bahasa tidak selamanya menjadi persoalan keunikan. Bahasa Indonesia misalnya,
memiliki 6 buah vokal dan 22 konsonan, tetapi bahasa Arab memiliki 3 buah vokal
pendek, 3 buah vokal panjang, serta 28 konsonan (Al-Khuli, 1982:321). Oleh
sifatnya yang universal ini, bahasa memiliki fungsi yang sangat umum dan
menyeluruh dalam tindakan komunikasi.
8.
Bahasa itu manusiawi
Bahasa yang manusiawi adalah bahasa yang lahir alami
oleh manusia penutur bahasa dimaksud. Hal ini karena pada binatang belum tentu
ada bahasa meskipun binatang dapat berkomunikasi. Sifat ini memiliki fungsi
sebagai citra bahasa adalah sangat baik dalam komunikasi.
9.
Bahasa itu bervariasi
Setiap masyarakat bahasa pasti memiliki variasi atau
ragam dalam bertutur. Bahasa Aceh misalnya, antara penutur bahasa Aceh bagi
masyarakat Aceh Barat dengan masyarakat Aceh di Aceh Utara memiliki variasi.
Variasi bahasa dapat terjadi secara idiolek, dialek, kronolek, sosiolek, dan
fungsiolek.
10. Bahasa itu
dinamis
Hampir di setiap tindakan manusia selalu menggunakan
bahasa. Bahkan, dalam bermimpi pun, manusia menggunakan bahasa. Karena setiap
tindakan manusia sering berubah-ubah seiring perubahan zaman yang diikuti oleh
perubahan pola pikir manusia, bahasa yang digunakan pun kerap memiliki
perubahan. Inilah yang dimaksud dengan dinamis. Dengan kata lain, bahasa tidak
statis, tetapi akan terus berubah mengikuti kebutuhan dan tuntutan pemakai
bahasa.
11. Bahasa
sebagai alat interakasi sosial
Bahasa sebagai alat interaksi sosial sangat jelas
fungsinya, yakni dalam interaksi, manusia memang tidak dapat terlepas dari
bahasa. Seperti dijelaskan di atas, hampir di setiap tindakan manusia tidak
terlepas dari bahasa, maka salah satu hakekat bahasa adalah alat komunikasi
dalam bergaul sehari-hari.
12. Bahasa
sebagai identitas diri
Bahasa juga dapat menjadi identitas diri pengguna
bahasa tersebut. Hal ini disebabkan bahasa juga menjadi cerminan dari sikap
seseorang dalam berinteraksi. Sebagai identitas diri, bahasa akan menjadi
penunjuk karakter pemakai bahasa tersebut.
Sementara itu, Brown dan Yule (1996:1) berpendapat
bahwa bahasa itu dapat berfungsi sebagai pengungkapan isi yang dideskripsikan
menjadi fungsi transaksisional dan sebagai pengungkapan hubungan sosial
dan sikap-sikap pribadi yang dideskripsikannya menjadi fungsi interaksional.
Fungsi Bahasa
Menurut Felicia (2001 : 1), dalam
berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah
bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada
bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami
dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai
bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang
tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar
yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita
mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang
lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan
yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan
berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa
nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian
kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu
dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja,
bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi
bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa,
kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki
fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni
sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi,
sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan
atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf,
1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam
kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa
sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan
dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau
harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik,
ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan
dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung
memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan
tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu,
sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan
dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa
adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan
berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata
memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk
budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa
serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang.
Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai
prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan
bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin
dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu
sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik
dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa
Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa
Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana
komunikasi masyarakat modern.
4.1 Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak
menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada
sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak
tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya,
melainkan juga untuk berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Setelah
kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun
untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui
tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri
seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu
tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk
mencapai tujuan tertentu.
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita
dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis,
kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan
perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau
tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai
berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa
yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa
kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai
alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan
atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak
sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi
ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk
berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan
ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di
dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita.
Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
- agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,
- keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi
Pada taraf permulaan,
bahasa pada anak-anak sebagian berkembang
sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).
4.2 Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang
lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi
diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula
kita mempelajari dan mewarisi semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita,
serta apa yang dicapai oleh
orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa
merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan
memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur
berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa
depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin
dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima
oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita.
Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain
membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau
khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan
memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa
untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang
kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar
istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, katamakro hanya dipahami oleh
orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun katabesar atauluas lebih
mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumahatau
wisma.
Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma,
dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata
griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa
keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri
dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan
identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita,
pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan
kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa
maupun sebagai diri sendiri.
4.3 Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu
unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman
mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta
belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya
dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat
komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat
dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan
kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk
memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi
(pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf,
1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain
berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan
adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu,
kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan
kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang
yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan
teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita
hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa
asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa
tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu,
kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa
Indonesia boleh menegur orang dengan kata
Kamuatau Saudaraatau Bapakatau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu
penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan
orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan katakamu untuk menyapa seorang
pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita
salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan
menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri
dengan bangsa tersebut.
4.4 Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa
sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau
kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan
disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah
salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan
contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi
ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti
diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan
layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan
bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang
memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru,
perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak
dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat
kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa
marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan
rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk
tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang
dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar