BAB I
PENDAHULUAN
Lingkungan memiliki tataran bahasa yang lebih luas
dari kalimat (rentetan kalimat-paragraf) yang disebut wacana. Istilah wacana
merupakan istilah yang muncul sekitar tahun 1970-an di Indonesia (dari bahasa
Inggris discourse). Wacana memuat rentetan kalimah yang berhubungan,
menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu
kesatuan informasi. Proposisi adalah
konfigurasi makna yang menjelaskan isi konsep yang masih kasar yang akan
melahirkan statement (pernyataan kalimat).
Satuan yang minimum bagi wacana
adalah apa yang disebut klausa. Klausa berfungsi sebagai penyampai pesan,
memiliki struktur yang disusun berdasarkan kaidah (pola urutan) sehingga
komunikatif. Para ahli berpendapat bahwa
wacana merupakan klaster kalimat yang memiliki satu kesatuan informasi yang
komunikatif. Sampai akhir dasawarsa enam
puluhan analisis wacana belum mendapat
perhatian dari para ahli bahasa. Analisis wacana mencapai tahap perkembangannya
baru pada tahun 1970-an. Firth (1935) adalah ahli bahasa yang pertamakali
menganjurkan studi wacana, melalui gagasannya bahwa konteks situasi perlu
diteliti para linguis karena studi bahasa dan kinerja bahasa ada pada konteks.
Studi bahasa meliputi gramatika dan
makna. Gagasan Firth tentang makna (semantik) berdasarkan konteks yang dianggap
sebagai hasil suatu perangkat kulminasi kontekstual dalam konteks budaya suatu
masyarakat (firth di dalam Kafferty, 1982 : 2). Pemahaman dan anjuran firth
kemudian dilupakan orang dan padas saat itu tidak berkembang karena pengaruh Bloomfield, yang lebih
berpengaruh kepada ahli-ahli bahasa sejak tahun 1933 dan mendominasi penelitian
bahasa pada zaman itu. Dalam studi wacana, kita tidak bisa hanya menelaah
bagian-bagian bahasa sebagai unsur kalimat (property), tetapi juga harus
mempertimbangkan unsur kalimat sebagai bagian dari kesatuan yang utuh. Untuk
menganalisis wacana, perlu dipahami makna wacana itu sendiri.
BAB II
WACANA
2.1
Pengertian Wacana
Para ahli bahasa umumnya berpendapat sama tentang wacana dalam hal satuan
bahasa yang terlengkap (utuh) seperti novel, buku, artikel. Pemahaman bahwa
wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan tertinggi dalam
hierarki gramatikal, adalah pemahaman yang berasal dari pernyataan, wacana (diseourse)
adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini di realisasikan dalam bentuk
karangan yang utuh berupa novel, buku seri, seri ensiklopedi, dsb, paragraf,
kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Di jelaskan bahwa wujud
wacana dapat dilihat dari segi tataran bahasa, dari mulai tataran yang terkecil
“kata” dapat memuat makna yang utuh, dilihat dari informasi yang didukungnya.
Hubungan antar unsur yang terbentuk wacana
dinyatakan oleh Moeliono, dkk, (1988), adalah yang disebut rentetan kalimat
yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat
itu atau wacana adalah rentetan kalimat-kalimat itu atau wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan
proporsisi yang satu dengan proporsi yang lain, membentuk satu kesatuan.
Pemahaman wacana yang menekankan unsur keterkaitan kalimat-kalimat, disamping
hubungan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan. Pemahaman wacana yang menekankan unsur keterkaitan kalimat-kalimat,
disamping hubungan proporsisi sebagai landasan berpijak, mengisyaratkan
konfigurasi maka yang menjelaskan isi komunikasi pembicaraan sangat berperan
dalam informasi yang ada pada wacana. Kridalaksana, 1984
2.2
Jenis Wacana
Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya
(realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan je nis pemakaian. Menurut realitasnya wacana
merupakan verba dan non verba sebagai
media komunikasi berwujud tutran lisan dan tulis, sedangkan dari segi paparan,
kita dapat memperoleh jenis wacana yang di sebut naratif, deskriptif,
prosedural, ekspositori dan hortatori, dari jenis pemakaian kita akan
mendapatkan wujud monolog (satu orang penutur), dialog (dua orang penutur), dan
polllog (lebih dari dua orang penutur).
2.2.1
Realitas Wacana
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistyensi
wacana yang berupa verba dan non verba. Rangkaian kebahasaan verba atau
language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa,
mengacu pada struktur apa adanya; non verba atau language likes mengacu pada
wacana sebagai rangkaian nonbahasa (yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda
yang bermakna) (bahasa isyarat) berupa isyarat
dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka dan isyarat yang ditunjukan
melalui gerak anggota tubuh selain kepala.
2.2.2
Media Komunikasi
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa
rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulisan. Sebagai media komunikasi wacana
lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan wujudnya dapat berupa
sebuah percakapan lengkap dari awal sampai akhir dan satu penggalan ikatan
percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap biasanya memuat gambaran situasi,
maksud).
2.2.3
Pemaparan Wacana
Pemaparan wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara
penyusunan dan sifatnya, berdasarkan pemaparan, wacana meliputi wacana :
naratif, prosedural, hortatori, ekspositori dan deskriptif.
Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang
menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) memulai penonjolan
pelaku. Isi wacana ditunjukan kearah memperluas pengetahuan pendengar dan
pembaca.
Wacana hortatori adealah tuturan yang berisi ajakan
atau nasehat. Tuturan dapat pula berupa ekspresi yang memperkuat keputusan
untuk lebih meyakinkan. Wacana ini digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau
pembaca agar terpikat akan suatu pendapat yang dikemulkakan. Contohnya khotbah,
pidato tentang politik.
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu.
Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Pada umumnya
ceramah, pidato, artikel pada majalah atau surat kabar.
Wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang
memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun
pengetahuan. Wacana ini bertujuan mencapai penghayatan yang imajinatif terhadap
sesuatu sehingga pendengar atau pembaca seolah-olah merasakan atau mengalami
sebdiri secara tidak langsung.
Wacana epistolari digunakan di dalam surat-surat,
dengan sistem dan bentuk tertentu. Dimulai dengan alinea pembuka, isi, penutup.
BAB III
SUBPOKOK WACANA
3.1
Kalimat
Kalimat adalah bagian dari wacana, yang berarti
wacana ini memiliki beberapa kalimat yang sambung menyambung satu sama lainnya.
Jadi kalimat adalah kesatuan ejaan yang menggunakan konsep pikiran dan
perasaan.
Kalimat memiliki bagian-bagian lagi diantaranya
yaitu :
1. Anafora, yaitu pengulangan sebuah kata atau lebih
pada awal beberapa kalimat / larik yang berturut-turut dengan maksud mencapai
efek kesedepapan bahasa atau keefektifan bahasa.
Contoh :
Pak Jamal rumahnya pinggir jalan
Pak Jamal dan –nya merupakan anafora
2. Deiksis
Deksis adalah gejala semantis yang terdapat pada
kata atau konstruksi yang hanya ditafsirkan acuannya dengan memperhatikan
situasi pembicara. Deiksis dapat berupa lokasi (tempat), identitas orang,
objek, peristiwa, proses atau kegioatan yang sedang dibicarakan atau yang diacu
dalam hubungan dimensi ruang pada saat di tuturkan oleh pembicara atau
kawan bicara.
(1) Kamu ibunya Susi
(2) Ini orang yang saya cari
(3) Maria jatuh cinta pada temannya yang tinggal di sana.
(4) Sekarang pukul 11.20
Unsur yang disebut deiksis pada (1)’ kamu; (2)’Ini
(3) Maria, -nya’ (temannya), di sana
.4 sekarang. Pada (1), kalimat itu baru benar, bila pesapa benar-benar ibu
susi, pada (2) mengacu pada sumber (ini’) Maria pada kenyataanya jatuh cinta
pada temannya dengan lokasi yang dilakukan pembicara, pada (4) waktu bicara
benar-benar pukul 11.20. secara persona kamu! , (2) “Maria” (nama diri), nya’
(pada temannya mengacu pada teman
Maria),
disana (pronomina demonstratif menunjuk lokasi). (4)’sekarang mengacu pada
waktu (temporal).
(Prof. Dr. Hj. T.Fatimah Djajasudarwa : 59).
3.2
Paragraf
Paragraf
merupakan perkembangan dari kalimat. Jadi, pengertian paragraf lebih luas
daripada pengertian kalimat. Tetapi kedua-duanya merupakan bagian dari wacana.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989 : 648), paragraf adalah bagian bab dalam
suatu karangan (biasanya mengandung satu ide pokok dan dimulai penulisannya
dengan garis baru). Jadi, paragraf merupakan gabungan kalimat yang mengemukakan
satu gagasan atau satu topik pikiran yang diperjelas oleh kalimat penjelas
(soplemen). Pikiran utama daalm sebuah paragraf dapat dinyatakan dengan satuan
kalimat atau beberapa kalimat, sehingga pikiran utama dalam sebuah paragraf
merupakan topik yang bersangkutan.
3.2.1
Syarat-syarat Paragraf
Paragraf
yang baik harus memiliki beberapa konsep, seperti berikut:
a. Kesatuan paragraf (kohesi)
b. Kepaduan paragraf (koherensi)
a. Kesatuan paragraf (kohesi)
Bila
kita menyusun sebuah paragraf, susunlah kalimat itu secara cermat, sehingga
susunan kalimat itu merupakan kesatuan paragraf yang (kohesi). Sehingga isi
paragraf dapat dipahami oleh si pembaca/penyimak.
Kepaduan
(kohesi) paragraf dapat dibentuk dengan bantuan :
- Kata ganti (pronomina)
Kata ganti
terdiri dari :
·
Saya, aku,
kita, kami
·
Substitusi
(pengganti) yang merupakan pengganti unsur lain, dapat bersifat nominal,
verbal, klausa atau campuran, misalnya : sama, seperti itu, sedemikian rupa,
demikian, dan begitu.
Contoh : saya dan adik memiliki kesenangan sama, kami selalu rukun, demikian tetangga berkata. Pendapat tetangga seperti
itu, saya pelihara baik-baik. Adik
pun melakukan hal yang sama.
·
Elipsis yaitu
peniadaan atau pelepasan sesuatu yang ada tetapi tidak ditulis atau diucapkan.
Contoh : Adiknya pandai, tetapi kakanya sebaliknya.
·
Konjungsi,
konjungsi dipergunakan untuk menggolongkan kata dengan kata, frase dengan frase, kalusa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat, paragraf
dengan paragraf.
Konjungsi dapat digolongkan menjadi :
-
Konjungsi
adversatif : tetapi, namun, dsb
-
Konjungsi
klausa : sebab, karena, dsb
-
Konjungsi
koordinatif : dan, atau, tetapi, dsb
-
Konjungsi
naratif : baik, maupun, entah, dsb
-
Konjungsi
subordinatif : meskipun, kalau, bahwa, dsb
-
Konjungsi
temporal : sebelum, sesudah, selama, dsb.
b. Kepaduan paragraf (koherensi)
Koherensi
atau kepadan paragraf merupakan hubungan logis antara kalimat-kalimat dalam
satu paragraf atau wacana. Hubungan logis antara kalimat itu dapat dinyatakan,
dengan :
·
Hubungan
tambahan : lebih tinggi, selanjutnya, tambahan pula, disamping itu, lalu,
berikutnya, demikian pula, begitu juga, lagi pula.
·
Hubungan
pertentangan: akan tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun demikian, sebaliknya,
meskipun begitu, lain halnya.
·
Hubungan
perbandingan: sama dengan itu, dalam hal yang demikian, sehubungan dengan
·
Hubungan akibat
: oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka
·
Hubungan tujuan
: untuk itu, untuk maksud itu
·
Hubungan
singkat : singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata lain,
sebagai simpulan.
·
Hubungan waktu
: sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat kemudian.
3.2.2
Pembagian Paragraf Menurut Jenisnya
Secara
tradisional pembagian paragraf menurut jenisnya dalam sebuah paragraf atau wacana biasanya terdapat
tiga macam yaitu :
1. Paragraf pembuka
Paragraf
pembuka sesuai dengan namanya, paragraf pembuka biasanya ditempatkan di awal
paragraf atau wacana.
Paragraf
pembuka harus dapat menarik perhatian ata minat pembaca/penyimak serta harus
dapat menghubungkan pikiran pembaca pada masalah berikutnya.
2. Paragraf Pengembang
Paragraf
pengembang berada di tengah (diantara ) paragraf pembuka dengan paragraf penutup, dan isi paragraf pengembang
inti persoalan yang sedang atau akan dikemukakan.
Paragraf
ini dikembangkan dengan cara eksposisi, deskripsi, narasi, atau dengan cara
argumentasi.
3. Paragraf penutup
Paragraf
penutup biasanya ditempatkan di akhir paragraf.
Paragraf penutup berisi simpulan semua persoalan yang telah dipaparkan
pada bagian-bagian terdahulu (kalimat-kalimat terdahulu).
3.2.3
Pembagian Paragraf menurut Penempatan Topik
Pembagian
paragraf menurut penempatan topiknya ada empat macam, yaitu :
1. Paragraf deduksi yaitu paragraf yang topiknya atau
kalimat utamanya diawal paragraf.
2. Paragraf induktif yaitu paragraf yang letak topiknya
atau kalimat utamanya disimpan diakhir paragraf.
3. Paragraf naratif, paragraf naratif tidak memiliki
kalimat utama atau topik. Kalimat utamanya /topiknya ada diseluruh paragraf.
Jadi si pembicara yang dapat menyimpulkan isi paragraf ini.
4. Paragraf campuran yaitu paragraf gabungan paragraf
induktif dengan paragraf deduktif. Kalimat utamanya atau topik pertama disimpan
diawal paragraf merupakan inti pembicaraan, kalimat yang ditengah merupakan suplemen, sedangkan kalimat yang
terakhir merupakan simpulan atau penegasan yang telah diuraikan terlebih
dahulu.
2.3.4
Pembagian paragraf berdasarkan penawaran
Pembagian
paragraf berdasarkan penawaran topiknya ada lima macam yaitu :
1. Paragraf deskriptif sering disebut juga paragraf melukiskan,
karena isi paragraf ini melukiskan sesuatu apa yang dilihta, dirasa dan juga
bisa apa yang diraba.
2. paragraf ekspositoris (Eksposisi, paparan), karena isi
paragraf ini memaparkan sesuatu atau laporan. Susunan paragraf eksposisi atau
paparan ada dua hal yaitu sifat penjelasan atau keterangan yang akan kita
berikan, dan tujuan yang akan kita capai.
3. Paragraf argumentasi (agrumentasi) sering juga
dimasukan ke dalam paragraf persuasif, karena paragraf ini berisi membujuk atau
mempengaruhi para pembaca atau penyimak terhadap suatu objek. Makna argumen
ialah alasan. Jadi argumentasi itu pemberian alasan yang kuat dan meyakinkan.
4. Paragraf persuasif, adalah paragraf yang
mengetengahkan bujukan secara halus supaya yang membaca atau penyimak dapat
dipengaruhinya. Paragraf ini mengajak atau membujuk dengan cara memberikan alasan dan prospek baik yang
meyakinkan.
Ciri-cirinya : - Jelas, tertib
dan teratur
- hidup cerah dan bersemangat
- dramatik menggugah perasaan
- alasan yang kuat
3.3
Ejaan
Ejaan
merupakan alat untuk memahami sebuah tulisan (karangan), bila tidak ada ejaan
dalam sebuah bahasa kita akan sulit
untuk memahami atau menerjemahkan suatu makna paragraf atau pun wacana dalam
sebuah artikel. Oleh karena itu, ejaan sangat diperlukan kehadirannya di dalam sebuah
tulisan atau karangan.
Ejaan
ialah aturan melambangkan bunyi ujaran yang tertuang dalam kata, kalimat
/wacana dalam bentuk tulisan serta penggunaan tanda baca.
3.3.1
Penulisan Hurup
Hurup
yang digunakan dalam bahasa Indonesia yaitu alfabet (a sampai z) cara
pengucapannya disesuaikan dengan pedoman EYD. Dalam bahasa Indonesia
mengenal juga vokal rangkap atau diftong yaitu biasa ditulis au, ai
dan oi. Seperti dalam kata kerbau
diucapkan /kerbow/, kedai diucapkan /kedey/ dan amboi diucapkan /amboy/.
Dalam
bahasa Indonesia
juga mengenal konsonan rangkap seperti nk dalam kata bank diucapkan bang.
Selain itu ada lagi ng, ny, sy, kh. Penggunaan kalimatnya dalam kata terbang,
nyonya, masyarakat, khawatir.
3.3.2
Lafal, Singkatan dan Kata
Singkatan
kata adalah kependekan dari beberapa kata dengan maksud memudahkan cara
pengucapan dan mempercepat penulisannya.
3.3.3
Pemenggalan (penyukuan) kata
Pemenggalan kata artinya
ialah sebuah kata yang dipenggal atau dipotong-potong berdasarkan suku katanya,
misalnya kata lari dipenggal menjadi la-ri, sehingga pemenggalan kata disebut juga
penyukuan kata. Apabila memenggal kata kita gunakan tanda hubung ( -) diantara
suku-suku kata yang kita penggal, menempatkan tanda hubung harus sejajar dengan suku kata yang dipenggal setelah spasi.
Jangan menggunakan tanda hubung di bawah suku kata yang dipenggal.
Perlu diketahui suku kata
yang memiliki satu fonem jangan dipenggal, sehingga tidak terjadi diujung
maupun dipangkal baris tidak terdapat satu fonem. Bila akan memenggal kata jadian, ceraikan dahulu imbuhan dengan
kata dasarnya. Baru setelah itu kita penggal kata jadian itu.
Bila kata-kata yang berasal
dari dua unsur yang berbeda artinya, cara pemenggalannya ada 2 tahap, tahap
pertama kata tersebut pisah dulu unsur-unsurnya. Tahap kedua unsur-unsur kata
itu baru dipenggal berdasarkan suku katanya.
Misalnya
:
Sentimeter
: senti-meter= sen-ti-me-ter
Kilogram
: kilo-gram= ki-lo-gram
Biofarma
: bi-o-far-ma
3.3.4
Pemakaian Huruf Kapital (besar) dan Huruf miring
Pemakaian huruf kapital
Pemakaian huruf kapital sebagai berikut :
a) Huruf kapital digunakan hurup pertama pada awal
kalimat
Misal : Mereka berangkat tadi siang
b)
Hurup kapital
digunakan sebagai hurup pertama petikan langsung. Misal :
Ayah bertanya, “Kapan mau pulang?”
“Kemarin engkau terlambat,” kata Pak Guru”
c)
Huruf kapital
digunakan dalam ungkapan yang berhubungan dengan Tuhan, Kitab Suci, Kata ganti
Tuhan.
Misal :
Ya, Allah lindungilah keluargaku dari marabahaya
Berkat karunia-Nya kami bisa menyelesaikan tugas
ini.
d)
Hurup kapital
digunakan pada hurup awal nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang
diikuti nama orang.
Misal :
- Putra Nabi Muhammad adalah Siti Patimah
- Tini adalah putri Haji Somad
e)
Huruf kapital
digunakan pada hurup pertama nama jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang
sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi dan nama tempat.
Misal :
- Kemarin Presiden Megawati Sukarno Putri berangkat
ke Rusia
- Siapa yang akan menjadi Gubernur Jawa Barat?
f)
Hurup kapital
digunakan pada awal unsur nama orang
Misal :
Moh Hatta, I Gusti Ngurahrai
g)
Huruf kapital
digunakan pada awal kata nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
Misal :
- Daerah Jawa Barat umumnya dihuni oleh suaku Sunda
- Di kota-kota besar banyak yang menggunakan bahasa
Inggris
h)
Hurup kapital digunakan
hurup pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misal :
- Tahun Hijriyah pergantian tahunnya pada bulan
Muharam
- Orang Bali sedang
merayakan hari Galungan.
i)
Hurup kapital
digunakan sebagai hurup pertama pada nama geografi.
Misal :
Daerah Asia tenggara banyak tertular penyakit Sars.
j)
Huruf kapital
digunakan sebagai hurup pertama semua unsur negara, lembaga pemerintahan dan
ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan
Misal :
-
Tono bekerja di
Dinas Pendidikan bagian Sarana dan
Prasarana.
k)
Hurup kapital
digunakan sebagai hurup pertama pada unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat
pada nama badan, lembaga pemerintahan
Misal :
-
Lembaga
Perserikatan Bangsa-bangsa
-
Rancangan
Undang-undang Kepegawaian
l)
Hurup kapital
digunakan pada hurup pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat
kabar.
Misal :
Kami disuruh membaca buku Salah Asuhan
m)
Hurup kapital
digunakan sebagai hurup pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
Misal :
Dr. doktor
M.A Master of arts
Tn. Tuan
Ny. Nyonya
Sdr. Saudara
n)
Hurup kapital
digunakan sebagai hurup pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti
Bapak, Ibu, saudara, adik dan paman yang dipakai dalam penyapaan atau
pengacuan.
Misal :
“Kapan Bapak dan Ibu berangkat haji?” tanya
siswa-siswanya. Kiriman saudara sudah kami terima
Hurup kapital tidak digunakan sebagai hurup pertama
kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau
penyapaan.
Misal :
Kita harus menghormati ibu dan bapak kita.
o)
Hurup kapital
digunakan sebagai hurup pertama kata ganti
Anda
Misal:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda sudah kami terima
3.3.5
Pemakaian Hurup Miring
a. Hurup miring digunakan dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan nama buku, majalah, surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misal :
Anak-anak menyenangi majalah Kuncung dan Bobo
b. Hurup miring digunakan sebagai untuk menegaskan atau
mengkhususkan hurup, bagian kata, atau kelompok kata.
Misal :
Bab ini tidak mengetengahkan pembelajaran
kosakata.
c. Hurup miring digunakan untuk menuliskan nama ilmiah,
ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan dengan ejaan.
Misal :
Nama ilmiah buah manggis ialah Caricinia
Mangostana.
3.3.6
Penggunaan Tanda Baca
Tanda
baca dalam bahasa Indonesia menurut EYD ialah tanda titik (.), koma (,), tanda
tanya (?), tanda titik dua (: ) , tanda hubung (-), tanda pisah (-), tanda
elipsis (…), tanda seru (! ), tanda petik (“…”), tanda ulang ( -), tanda
apostop/penyingkat (‘), tanda garis miring (/).
a. Tanda titik ( .)
(a) Tanda titik digunakan pada akhir kalimat
Misal :
Budiman pergi ke sekolah
(b) Tanda titik digunakan dibelakang angka atau hurup
dalam suatu bagan, ikhtisar atau daftar.
Misal :
II. landasan teori
2.1
Pengertian Sastra
(c) Tanda titik digunakan untuk memisahkan jam, menit
dan detik yang menunjukkan waktu
Misal :
Ia berangkat pukul 14.30.21
(d) Tanda titik digunakan untuk memisahkan angka jam,
menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
4.15.10 jam (4 jam, 15 menit 10 detik)
(e) Tanda titik digunakan diantara nama penulis, judul
tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat
terbit pada daftar pustaka
Misal :
Alwasilah, Drs. A. Cheader.1985 Beberapa Madhab dan
Dikotomi Teori Linguistik. Bandung.
(f) Tanda titik digunakan untuk memisahkan bilangan
ribuan atau kelipatannya.
Misal :
Ia mempunyai uang 5.750.000 rupiah
Tanda bilangan tidak digunakan untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukan jumlah.
Misal :
Tini dilahirkan tahun 1990
Nomor teleponku 202122
(g) Tanda titik tidak digunakan pada akhir judul yang
merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dsb.
Misal :
Analisis Wacana Pragmatik
(h) Tanda titik digunakan dibekalang (1) alamat
pengiriman dan tanggal surat atau (2) nama dan
alamat penerima surat.
Misal :
Yth. Sdr. Rudiansyah, S.Pd.
Jalan
Angkrek 20
Sumedang
b. Tanda Koma (,)
(a) Tanda koma digunakan diantara unsur-unsur dalam
suatu perincian atau pembilangan.
Misal :
Rina membeli sabun, parfum, dan pasta gigi.
(b) Tanda koma digunakan untuk memisahkan kalimat setara
yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului kata seperti tetapi
atau melainkan.
Misal :
Itu bukan buku Yanti, melainkan kepunyaan Susi
(c) Tanda koma digunakan untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimat.
Misal :
Karena sakit, Tono tidak masuk sekolah
(d) Tanda koma digunakan dibelakang kata atau ungkapan
penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk didalamnya
oleh karena itu, lagi pula, meskipun begini, akan tetapi.
Misal :
Jadi, kamu yang jadi biang keroknya
(e) Tanda koma digunakan diantara (1) nama dan alamat,
(2) bagian-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang
ditulis berurutan.
Misal :
Sdr. Hamdan, jalan Angkrek 30, Sumedang
Sumedang, 01
April 2003
(f) Tanda koma digunakan untuk memisahkan petikan
langsung, dari bagian lain dalam kalimat
Misal :
Kata Ibu “kamu harus segera pulang.”
(g) Tanda koma
digunakan untuk memisahkan kata seperti O, ya, wah, aduh, kasihan dari
kata-kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misal :
O, begitu?
(h) Tanda koma digunakan untuk menceraikan bagian nama
yang dibalik susunanya dalam dafatr pustaka.
Misal :
Lubis, A. Hamid Hasan, 1991, Analisis Wacana
Pragmatik, Angkasa.
(i) Tanda koma digunakan diantara bagian-bagian dalam
catatan kaki.
Misal :
W.J.S. Purwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang
(Yogyakarta : UP Indonesia, 1967),
halaman 4.
(j) Tanda koma digunakan diantara nama orang dan gelar
akademis yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
Misal :
M.Santoso, S.Pd.
(k) Tanda koma digunakan di muka angka persepuluhan atau
diantara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka
Misal :
Rp. 17,85
(l) Tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan
tambahan yang sifatnya tidak membatasi
Misal :
Semua mahasiswa, baik laki-laki maupun perempuan
mengikuti latihan degung.
(m) Tanda koma digunakan untuk menghindari salah baca dibelakang
keterangan yang terdapat pada awal
kalimat
Misal :
Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih.
(n) Tanda koma tidak digunakan untuk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan
langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misal :
“Dimana Saudara tinggal ?” tanya Yudi.
c.
Tanda Titik Koma (;)
(a)
Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan
bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misal
:
Malam
semakin larut; pekerjaan belum selesai juga.
(b)
Tanda titik koma digunakan sebagai pengganti kata
penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara didalam kalimat majemuk.
Misal :
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja
di dapur;
- Tanda Titik Dua ( : )
(a)
Tanda titik dua tidak digunakan jika rangkaian atau
pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misal :
Fakultas itu mempunyai jurusan Bahasa Inggris, Ekonomi dan Sejarah.
(b)
Tanda titik dua digunakan sesudah kata atau ungkapan
yang memerlukan pemerian
Misal :
Ketua : Tono
Sekretaris : Yani
Bendahara : Yuni
(c)
Tanda titik dua digunakan dalam teks drama.
Misal :
Ibu : (duduk santai sambil
nonton tv) “ambilkan kacamata !”
Andi : “Baik, Bu.” (sambil
membawa kacamata).
Ibu : “Terimakasih, Di.”
(sambil menerima kacamata).
(d)
Tanda titik dua digunakan (1) diantara jilid atau nomor
dan halaman, (2) diantara bab dan ayat dalam kitab suci, (3) diantara judul dan
anak judul suatu karangan, serta (4) nama kota
dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misal :
Karangan Sutomo, Pembinaan Bahasa Indonesia : sebuah kajian, sudah terbit
- Tanda Hubung ( - )
(a)
Tanda hubung digunakan untuk menghubungkan suku-suku
kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misal :
Kita harus datang tepat pa-
da waktunya
(b)
Tanda hubung digunakan untuk menyambung awalan dengan
bagian kata dibelakangnya atau akhiran dengan kata di depannya pada pergantian
baris
Misal :
Senjata itu merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
(c)
Tanda hubung digunakan untuk menyambungkan hurup kata
yang di eja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misal :
k-e-t-u-a
11-04-2010
(d)
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang
Misal :
Ibu-ibu itu sedang mengadakan arisan.
(e)
Tanda hubung untuk memperjelas (1) hubungan bagian kata
atau ungkapan dan (2) penghilang bagian kelompok kata.
Misal :
ber-evolusi, kesetiakawanan-sosial
(f)
Tanda hubung digunakan untuk merangkai (1) se- dengan
kata berikutnya yang dimulai hurup kapital, (2) ke- dengan angka, (3) angka
dengan –an, (4) singkatan berhurup kapital dengan imbuhan atau kata, (3) nama
jabatan rangkap.
Misal :
Perlombaan baca puisi Se-Kabupaten Sumedang
(g)
Tanda hubung digunakan untuk merangkaikan unsur bahasa
Indonesia dengan unsur bahasa asing
- Tanda Pisah ( - - )
(a)
Tanda pisah digunakan untuk membatasi penyusupan kata
atau kalimat yang memberi penjelasan diluar bangun kalimat.
Misal :
Kemerdekaan itu – saya yakin akan tercapai – diperjuangkan oleh bangsa
itu sendiri
(b)
Tanda pisah digunakan untuk menegaskan keterangan yang
lain sehingga kalimat menjadi jelas.
(c)
Tanda pisah digunakan diantara dua bilangan atau
tunggal dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’
Misal :
1942 – 1980
Tanggal 15 – 26 April 2003
Jakarta – Bandung
- Tanda Elipsis ( … )
(a)
Tanda elipsis digunakan dalam kalimat yang
terputus-putus
Misal :
-
Kalau begitu …
ya, marilah kita maju.
(b)
Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat
atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misal :
Sebab-sebab
kemerostotan … akan diteliti ulang.
- Tanda Tanya ( ? )
(a)
Tanda tanya digunakan pada akhir kalimat tanya.
Misal :
Siapa yang sakit
?
(b)
Tanda tanya digunakan di dalam tanda kurung untuk
menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya
Misal :
Ia lahir pada
tahun 1950 (?)
- Tanda Seru ( ! )
Tanda seru
digunakan setelah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah
yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosional yang
kuat.
Misal :
Ambilah
barang-barang itu !
- Tanda kurung ( ( … ) )
(a)
Tanda kurung digunakan untuk mengapit tambahan keterangan
atau penjelasan.
Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK)
(b)
Tanda kurung digunakan untuk mengapit keterangan atau
penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misal :
Keterangan itu
(lihat tabel 10) menunjukan arus perkembangan baru dalam pemasaran luar negeri
(c)
Tanda kurung mengapit hurup atau kata yang kehadirannya
di dalam teks dapat dihilangkan
Misal :
Pejalan kaki itu
berasal dari (kota)
Sumedang.
(d)
Tanda kurung mengapit angka atau hurup yang merinci satu
urutan keterangan.
Misal :
Faktor produksi
menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, (c) modal.
- Tanda Kurung siku
( [ … ] )
(a)
Tanda kurung siku mengapit hurup, kata, atau kelompok
kata sebagai koneksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang
ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu
memang terdapat di dalam naskah asli
Misal :
Sang Sapurba me
[d]engar bunyi gemerisik.
(b)
Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat
penjelas yang sudah bertanda kurung
Misal :
Persamaan kedua
proses ini (perbedaannya di bicarakan didalam Bab II [lihat halaman 35-38]
tidakl dibicarakan) perlu dibentangkan disini.
- Tanda Petik ( “…” )
(a)
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan dan naskah atau bahkan tertulis lain.
Misal :
“Saya belum siap,” kata Mira, “Tunggu sebentar.”
(b)
Tanda petik mengapit judul syair karangan, atau bab
buku yang dipakai dalam kalimat.
Misal :
Bacalah puisi dengan judul “Aku” karya Khairil Anwar !
(c)
Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal
atau kata yang mengaandung arti khusus.
Gadis itu mengenakan celana “Cutbray”
(d)
Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang
mengakhiri petikan langsung.
Misal :
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
(e)
Tanda petik penutup kalimat atau bagian kalimat
ditempatkan tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang digunakan dengan
arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Karena kelincahannya, Doni mendapat julukan “Si Genit”
- Tanda Petik tunggal ( ‘…’ )
(a)
Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit petikan
yang tersusun di dalam petikan lain.
Misal :
Tanya Burhan
“Kau dengar bunyi ‘Kring-kring’ tadi?”
(b)
Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit makna,
terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misal :
feed-beek
‘balikan’
- Tanda Garis Miring ( / )
(a)
Tangda garis miring digunakan didalam nomor surat dan nomor pada
alamat atau penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin
Misal :
No. 7/04/2003
Tahun pelajaran
2009/2010
(b)
Tanda garis miring digunakan sebagai pengganti kata
atau, tiap
Misal :
‘dikirim lewat
darat/laut’
- Tanda Penyingkat atau Aprostop ( ` )
Tanda
Aprostop digunakan untuk menunjukan penghilanganbagian kata atau bagian angka
tahun.
Misal
:
Ali
`kan kusurata (`kan = akan)
3.4
Referensi dan Inferensi (Pengacuan dan perujukan)
(1)
referensi dan Inferensi (Pengacuan dan Perujukan)
Pengacuan
adalah unsur yang kerap kali di ulang untuk menjelaskan arti (maksud) seperti
unsur pelaku, penderita, pelengkap, dan perbuatan.
Mis
al :
Widodo
mau berabgkat kuliah , wajahnya agak kusam,
karena dia bangun kesiangan, lebih-le bih pagi itu akan ada ujian perbaikan
nilai
Penjelasan
:
Kata
ganti nya, dia dalam kalimat itu referensi Widodo
(2)
Inferensi
Inferensi
merupakan proses yang harus di lakukan pembaca atau penyimak untuk memahami (menafsirkan)
arti yang diinginkan penulis / pembaca (yang diinginkan penulis/ pembicara
secara harfiah tidak terdapat dalam wacana.
Misal
“Wah,
hausnya hari ini !”, kata Pak Dirman. Maksud Pak Dirman ia sebenarnya mau minum
tetapi dalam tuturannya tidak diucapkan (inferensi).
3.5
Bahasa
Bahasa merupakan alat untuk
menyampaikan isi hati, cara penyampaian itu ada da cara yaitu dengan
menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis.
Menurut ragamnya bahasa itu dibagi dua, yaitu bahasa baku dan bahasa nonbaku.
Bahasa buku (standar) merupakan bahasa yang telah
dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar masyarakat pemakainya sebagai
bahasa resmi dan sebagai bahasa kerangka acuan atau rujukan norma bahasa dalam
penggunaannya.
Sedangkan bahasa non baku
adalah yang tidak dilembagakan dan aturannya cara pemakaiannya menyimpang dari
bahasa baku.
Ciri-ciri bahasa
- Kemantapan Dinamis (mantap)
Kemampuan
dinamis artinya dengan bahasa yang berlaku
- Cendekia
Cendekia
artinya digunakan di tempat-tempat yang resmi. Bisa juga bahasa baku dalam dunia
pendidikan.
- Seragam
Pembakuan
suatu bahasa itu merupakan menyeragamkan cara penulisan / pengucapan suatu kata
/ kalimat dalam suatu bahasa.
DAFTAR FUSTAKA
Prof. DR. HJ. T. Fatimah Djajasudarma. 1994. Wacana
Pemahaman dan Hubungan Antarunsur.
Prof. A. Hamid Hasan Lubis. 1991.
Analisis Wacana Pragmatik
Udin Ganda Supriadi, Drs. M. Hum.
2009. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia.
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah
yang mengambil judul “Wacana” semoga dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya
dan bagi pembaca pada umumnya. Wacana sebagai dasar dalam pemahaman teks sangat
diperlukan masyarakat bahasa dalam komunikasi dengan informasi yang utuh.
Wacana juga merupakan bagian dari penyusunan buku teks Bahasa Indonesia
disamping kosakata, sintaksis, menulis dan berbicara.
Akhir
kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini. Penyusunan makalah ini disadari jauh dari kata
sempurna. Tak ada gading yang tak retak, tegur sapa serta saran sangat kami
harapkan.
Sumedang, Maret
2010
Penyusun,
Kelompok 1
DAFTAR ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR ...................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
BAB
II WACANA
2.1
Pengertian Wacana ..................................................................
2.2
Jenis Wacana ............................................................................
2.3
Realitas Wacana .......................................................................
2.4
Media Komunikasi ...................................................................
2.5
Pemaparan Wacana ..................................................................
BAB
III SUB POKOK WACANA
Kalimat .....................................................................................................
Paragraf......................................................................................................
Syarat-syarat Paragraf .....................................................................................
Pembagian Paragraf Menurut Jenisnya ...........................................................
Pembagian Paragraf Menurut Penerapan Pokok .............................................
Pembagian Paragraf Menurut Berdasarkan
Penawaran .....................................................................
Ejaan .........................................................................................................
Penulisan Huruf ........................................................................................
Lafal, Singkatan dan Kata ........................................................................
Pemenggalan (Penyukuan) Kata ...............................................................
Pemakaian Hurup Kapital .........................................................................
Pemakaian Hurup Miring ..........................................................................
Penggunaan Tanda Baca ...........................................................................
Referensi dan Inferensi .............................................................................
Bahasa .......................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA