Entri Populer

Rabu, 23 November 2011

Contoh Proposal Penelitian


BAB I
PENDAHULUAN


1.1     Latar Belakang dan Masalah
Kemampuan berbahasa dalam KBK mencakup empat aspek penting, yaitu (1) keterampilan mendengar, (2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, dan (4) keterampilan menulis. Kemampuan berbahasa ini berhubungan erat dalam usaha seseorang memperoleh kemampuan berbahasa yang baik. Berbagai usaha dilakukan untuk membina dan mengembangkan bahasa agar benar-benar memenuhi fungsinya.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar adalah melalui program pendidikan di sekolah, khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut Depdiknas (2003:6-7), mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
1)      berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan;
2)      menghargai dan bangga menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara;
3)      memahami bahasa indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan;
4)      menggunakan bahasa indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;
5)      menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan
6)      menghargai dan membanggakan sastra indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia indonesia (Sic).

Penggunaan aspek kebahasaan dalam proses pembelajaran sering berhubungan satu sama lainnya. Menyimak dan membaca  erat hubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat hubungan dalam hal bahwa keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna (Tarigan, 1986:10). Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima dari proses menyimak dan membaca. Jadi, semakin banyak seseorang menyimak atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk diekspresikan secara tertulis. Kemudian, Crimmon (dalam Kurniawan 2006:122) mengatakan bahwa
menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis digunakan untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, menginformasikan, dan mempengaruhi pembaca. Maksud dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh para pembelajar yang dapat menyusun dan merangkai jalan pikiran dan mengemukakannya secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif. Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan kata, dan struktur kalimat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan  salah satu keterampilan berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan penguasaan keterampilan menulis, diharapkan siswa dapat mengungkapkan gagasan, pikiran, dan perasaan yang dimilikinya setelah menjalani proses pembelajaran dalam berbagai jenis tulisan, baik fiksi maupun nonfiksi. Asumsinya, pengungkapan tersebut merupakan peresapan, pemahaman, dan tanggapan siswa terhadap berbagai hal yang diperoleh dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, segala informasi, ilmu pengetahuan, dan berbagai kecakapan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran tidak akan sekedar menjadi hafalan yang mudah dilupakan sesaat setelah siswa menjalani tes.
Tujuan pembelajaran menulis belum dicapai secara maksimal oleh siswa. Menurut Trimantara (2005:1), penyebab terhadap tidak tercapainya tujuan pembelajaran menulis meliputi
1)      rendahnya tingkat penguasaan kosa kata sebagai akibat rendahnya minat baca;
2)      kurangnya penguasaan keterampilan mikrobahasa, seperti penggunaan tanda baca, kaidah-kaidah penulisan, diksi, penyusunan kalimat dengan struktur yang benar, sampai penyusunan paragraf;
3)      kesulitan menemukan metode pembelajaran menulis yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa; serta
4)      ketiadaan atau keterbatasan media pembelajaran menulis yang efektif.

Karena pentingnya keterampilan menulis, pengembangan pembelajaran menulis perlu ditingkatkan. Peningkatan pembelajaran menulis dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan. Purwo (1990:166-171) mengatakan kegiatan pengembangan pembelajaran menulis dapat dilakukan dengan kegiatan mengembangkan logika, melatih daya imajinasi, merangkai kata menjadi kalimat, dan merangkai kalimat menjadi paragraf. Hal ini dilakukan untuk mengaktifkan daya kreatif siswa dalam mengasah kecerdasan mareka.
Tes kemampuan menulis dapat divariasikan dalam berbagai bentuk tulisan. Tekniknya dapat disajikan data verbal, gambar, tabel, teks, peta, bagan. Dari data-data itu, siswa diminta untuk menulis sebuah karangan. Melalui kegiatan inilah kemampuan komunikatif siswa diukur secara terintegrasi (Mahmud, 2003:14).
Selain itu dalam pembalajaran mnulis harus memperhatikan kata-kata yang digunakan. Baku atau tidak bakunya suatu kata menjadi tolak ukur penilaian sebuah tulisan atau karangan.
Kata baku adalah kata-kata yang benar dalam penulisan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kata baku ini biasanya digunakan pada tulisan-tulisan yang sifatnya resmi atau formal. Sebagai bahan rujukan sebuah kata termasuk baku atau tidak adalah pedoman pembentukan istilah, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan pedoman pembakuan kata dalam bahasa Indonesia.
Mengapa ada kata baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia? Jawaban yang paling tepat dari pertanyaan ini adalah sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Telah kita ketahui bersama bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Namun, coba kita bandingkan sekarang. Apakah ada perbedaan? Perbedaan tersebut dikarenakan bahasa Indonesia berkembang dengan melakukan penyerapan kata-kata dari bahasa asing di luar bahasa Indonesia. Bahasa asing tersebut bias dari bahasa Jawa, Sunda, Batak, Arab, Inggris, Belanda, Jepang, atau bahasa yang lainnya. Saat sebuah bahasa masuk dalam daftar bahasa Indonesia, tentunya mereka harus melakukan penyesuaian. Penyesuaian dimaksudkan untuk mempermudah pengucapan oleh masyarakat Indonesia yang beraneka ragam suku bangsanya. Hasil penyesuaian yang telah ditetapkan oleh Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Bahasa itulah yang kita sepakati sebagai kata baku.
Penelitian ini mencoba mengukur penguasaan kata baku atau tidak baku terhadap kemampuan menulis siswa melaluiKemampuan deskripsi pada siswa kelas VII SMP NEGERI 8 SUMEDANG. Hal ini dilakukan karena selama ini siswa SMP masih dianggap belum mampu untuk menulis dengan alasan menulis itu cukup sulit untuk dikuasai  oleh mereka, padahal siswa SMP dituntut memenuhi kemampuan yang memadai dalam menulis.

1.2 Rumusan Masalah
Bedasarka latar belakang di atas, masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimanakah penguasaan kata baku dan tidak baku pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 Sumedang?
2.      Bagaimanakah kemampuan mengarang deskripsi pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 Sumedang?
3.      Seberapa besarkah pengaruh penguasaan kata baku dan tidak baku terhadap kemampuan mengarang deskripsi pada siswa kelas VII SLTP Negeri 8 Sumedang?
1.3  Tujuan Penelitian
  Secara umum penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
1.      Mendeskripsikan penguasaan kata baku dan tidak baku pada siswa kelas VII SLTP Negeri 8 Sumedang.
2.      Mendeskripsikan kemampuan mengarang deskripsi pada siswa kelas VII SMP Negeri 8 Sumedang?
3.      Mendeskripsikan besarnya pengaruh penguasaan kata baku dan tidak baku terhadap kemampuan mengarang deskripsi pada siswa kelas VII SLTP Negeri 8 Sumedang?
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia yang mewajibkan penuturnya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, baik dalam bentuk lisan maupun dalam bentuk tulisan. Penelitian ini juga menjadi pengetahuan, khususnya bagi peneliti, siswa, guru, dan masyarakat umum.




Kata Baku dan Tidak Baku



PENDAHULUAN
Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam masyarakat.

Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia.

Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan dan kesempatan. Misalnya kapan kita mempunyai ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapai ragam bahasa non baku dipakai pada situas santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian. Ragam bahasa non baku sama dengan bahasa tutur, yaitu bahasa yang dipakai dalam pergaulan sehari-hari terutama dalam percakapan

Bahasa tutur mempunyai sifat yang khas yaitu:
a. Bentuk kalimatnya sederhana, singkat, kurang lengkap, tidak banyak menggunakan kata penghubung.
b. Menggunakan kata-kata yang biasa dan lazim dipakai sehari-hari. Contoh: bilang, bikin, pergi, biarin.

Didalam bahasa tutur, lagu kalimat memegang peranan penting, tanpa bantuan lagu kalimat sering orang mengalami kesukaran dalam memahami bahasa tutur.
Kata baku
Kata baku adalah kata-kata yang benar dalam penulisan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Kata baku ini biasanya digunakan pada tulisan-tulisan yang sifatnya resmi atau formal. Sebagai bahan rujukan sebuah kata termasuk baku atau tidak adalah pedoman pembentukan istilah, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan pedoman pembakuan kata dalam bahasa Indonesia.
Mengapa ada kata baku dan tidak baku dalam bahasa Indonesia? Jawaban yang paling tepat dari pertanyaan ini adalah sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Telah kita ketahui bersama bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Namun, coba kita bandingkan sekarang. Apakah ada perbedaan? Perbedaan tersebut dikarenakan bahasa Indonesia berkembang dengan melakukan penyerapan kata-kata dari bahasa asing di luar bahasa Indonesia. Bahasa asing tersebut bias dari bahasa Jawa, Sunda, Batak, Arab, Inggris, Belanda, Jepang, atau bahasa yang lainnya. Saat sebuah bahasa masuk dalam daftar bahasa Indonesia, tentunya mereka harus melakukan penyesuaian. Penyesuaian dimaksudkan untuk mempermudah pengucapan oleh masyarakat Indonesia yang beraneka ragam suku bangsanya. Hasil penyesuaian yang telah ditetapkan oleh Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Bahasa itulah yang kita sepakati sebagai kata baku.
Ada beberapa tanda sebuah kata dikatakan baku atau tidak. Tanda tersebut adalah
1. Keseuaian penulisan.
2. Tidak adanya pengaruh bahasa daerah baik diksi maupun tatabahasa.
3. Tidak terjadi ketumpangtindihan penggunaan
4. Logis diterima oleh akal
5. Lengkap unsure pembentuknya

A. Kesesuaian penulisan
Seringkali kita dibingungkan oleh dua kata yang sama tetapi berbeda dalam penulisan. Lalu manakah yang benar. Untuk mengetahui yang benar silahkan cek pada KBBI. Sebagai contoh:
Jadual / Jadwal
Analisa / Analisis
Melegalisir / Melegalisasi
Mengkatrol / Mengatrol

Catatan :
Kata-kata yang berawal huruf /K/,/P/,/T/,/S/ apabila mendapakan prefix atau awalan yang mengandung nasal, huruf awalnya luluh berganti dengan bunyi nasal.
MeN+Kail = [Mengail] bukan *[Mengkail]
PeN+Putih = [Pemutih] bukan *[Peputih]
MeN+Tulis = [Menulis] bukan*[metulis]
peN+Sapu = [Penyapu] bukan *[pesapu]

B. Tidak Terpengaruh bahasa asing

Ada beberapa kata yang sering dipakai tetapi kata-kata tersebut terpengaruh bahasa asing.
Sebagai contoh kata enggak, kagak, yang terpengaruh bahasa Betawi
Di samping pada tataran kata, juga terjadi pada tataran kalimat.
Contoh:
Namanya siapa?
Ini merupakan kalimat yang salah karena terpengaruh bahasa Jawa. Kalimat tersebut diterjemahkan langsung dari kalimat bahasa Jawa
Jenenge sapa?
Jeneng diterjemahkan sebagai nama; sufiks –e diterjemahkan sebagai –nya; dan sapa menjadi siapa. Kalimat yang benar seharusnya
Namamu siapa?

C. Tidak Tumpang Tindih
Seringkali kita mendengar dalam pidato resmi seseorang mengatakan dua kata atau lebih yang sama artinya dalam sebuah kalimat. Tentunya inimenjadi sumber kesalahan. Mengapa harus dua tiga kata dipakai sekaligus kalau satu kata sudah cukup.
Contoh:
Disebabkan karena seharusnya disebabkan oleh atau dikarenakan oleh.
Hanya berdua saja. Seharusnya hanya berdua atau berdua saja.
Sepertri misalnya harusnya seperti atau misalnya.
Sangat pandai sekali harusnya sangat pandai atau pandai sekali.

D. Logis atau diterima akal
Terkadang terdapat kalimat yang kalau kita nalar itu tidak ketemu akal. Coba bandingkan kalimat ini:
*Amir berhasil menundukkan Ahmad.
Amir berhasil mengalahkan Ahmad.

*Anisa berhasil menduduki peringkat satu dikelas.
Anisa berhasil meraih peringkat satu di kelas.

E. Lengkap unsure pembentunya.
Dai surat kabar sering terjadi kalimat yang kurang lengkap unsure pembentunya dengan dalih penghematan. Namun, secara bahasa, alas an tersebut tetap tidak bias diterima.
Contoh:
Presidan lantik menteri kabinet persatuan.
Seharusnya
Presiden melantik menteri kabinet persatuan.


CIRI-CIRI BAHASA BAKU
Yang dimaksud dengan bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok, yang diajukan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Ragam bahasa ini lazim digunakan dalam:

1. Komunikasi resmi, yakni dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, perundang-undangan, penamaan dan peristilahan resmi, dan sebagainya.

2. Wacan teknis seperti dalam laporan resmi, karang ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya.

3. Pembicaraan didepan umum, seperti dalam ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya.

4. Pembicaraan dengan orang yang dihormati dan sebagainya. Pemakaian (1) dan (2) didukung oleh bahasa baku tertulis, sedangkan pemakaian (3) dan (4) didukung oleh ragam bahasa lisan. Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:


2.1. Penggunaan Kaidah Tata Bahasa

Kaidah tata bahasa normatif selalu digunakan secara ekspilisit dan konsisten. Misalnya:

1. Pemakaian awalan me- dan awalan ber- secara ekpilisit dan konsisten.
Misalnya:
Bahasa baku
- Gubernur meninjau daerah kebakaran.
- Pintu pelintasan kereta itu kerja secara otomatis.

2. Pemakaian kata penghubung bahwa dan karena dalam kalimat majemuk secara ekspilisit. Misalnya:
Bahasa Baku
- Ia tidak tahu bahwa anaknya sering bolos.
- Ibu guru marah kepada Sudin, ia sering bolos.

3. Pemakaian pola frase untuk peredikat: aspek+pelaku+kata kerja secara konsisten. Misalnya:
Bahasa Baku
- Surat anda sudah saya terima.
- Acara berikutnya akan kami putarkan lagu-lagu perjuangan.
Bahasa Tidak Baku
- Surat anda saya sudah terima.
- Acara berikutnya kami akan putarkan lagu-lagu perjuangan.
4. Pemakaian konstruksi sintensis. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- anaknya - dia punya anak
- membersihkan - bikin bersih
- memberitahukan - kasih tahu
- mereka - dia orang

5. Menghindari pemakaian unsur gramatikal dialek regional atau unsure gramatikal bahasa daerah. Misalnya:
Bahasa Baku
- dia mengontrak rumah di Kebayoran lama
- Mobil paman saya baru
Bahasa Tidak Baku
- Dia ngontrak rumah di Kebayoran lama.
- Paman saya mobilnya baru.


2.2. Penggunaan Kata-Kata Baku
Masuknya kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah lazim digunakan atau yang perekuensi penggunaanya cukup tinggi. Kata-kata yang belum lazim atau masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan, kecuali dengan pertimbangan- pertimbangan khusus. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- cantik sekali - cantik banget
- lurus saja - lempeng saja
- masih kacau - masih sembraut
- uang - duit
- tidak mudah - enggak gampang
- diikat dengan kawat - diikat sama kawat
- bagaimana kabarnya - gimana kabarnya


2.3. Penggunaan Ejaan Resmi Dalam Ragam Tulisan
Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disebut ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (singkat EyD) EyD mengatur mulai dari penggunaan huruf, penulisan kata, penulisan partikel, penulisan angka penulisan unsur serapan, sampai pada penggunaan tanda baca. Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- bersama-sama - bersama2
- melipatgandakan - melipat gandakan
- pergi ke pasar - pergi kepasar
- ekspres - ekspres, espres
- sistem – sistim


2.4. Penggunaan Lafal Baku Dalam Ragam Lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau lafl daerah.
Misalnya:
Bahasa Baku Bahasa Tidak Baku
- atap - atep
- menggunakan - menggaken
- pendidikan - pendidi’an
- kalaw - kalo,kalo’
- habis - abis
- dengan - dengen
- subuh - subueh
- senin - senen
- mantap - mantep
- pergi - pigi
- hilang - ilang
- dalam – dalem


2.5. Penggunaan Kalimat Secara Efektip
Maksudnya, kalimat-kalimat yang digunakan dapat dengan tepat menyampaikan pesan dengan pembicaraan atau tulisan kepada pendengar atau pembaca, persis seperti yang di maksud pembicara atau penulis.

Keefektipan kalimat ini dapat dicapai antara lain dengan:

1. Susunan kalimat menurut aturan tata bahasan yang benar, misalnya:
Bahasa Baku
- Pulau Buton banyak menghasilkan aspal.
- Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan
keluarganya merasa tidak aman.
Bahasa Tidak Baku
- Di pulau Buton banyak menghasilkan aspal.
- Tindakan-tindakan itu menyebabkan penduduk merasa tidak aman dan
keluarganya.


2. Adanya kesatuan pikiran dan hubungan yang logis didalam kalimat. Misalnya:
Bahasa Baku
- Dia datang ketika kami sedang makan.
- Loket belum dibuka walaupun hari sudah siang.
Bahasa Tidak Baku
- Ketika kami sedang makan dia datang.
- Loket belum dibuka dan hari tidak hujan.
3. Penggunaan kata secara tepat dan efesien. Misalnya:
Bahasa Baku
- Korban kecelakaan lalu lintas bulan ini bertambah.
- Panen yang gagal memaksa kita mengimpor beras.
2003 Digitalized by USU digita library 4
.
Bahasa Tidak Baku
- Korban kecelakaan bulan ini naik.
- Panen gagal memungkinkan kita mengimpor beras.
4. Penggunaan pariasi kalimat atau pemberian tekanan pada unsur kalimat yang
ingin ditonjolkan. Misalnya:
Kalimat Biasa
- Dia pergi dengan diam-diam.
- Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
- Dengan pisau dikupasnya mangga itu.
Kalimat Bertekanan
- Pergilah daia dengan diam-diam.
- Dengan pisaulah dikupasnya mangga itu.

3. ANALISI RAGAM BAHASA BAKU DAN NON BAKU DALAM BAHASA
INDONESIA

3.1. Sudara ketua, para hadirin yang terhormat, kalimat tersebut jelas salah, karena mengandung makna jamak. Kata para sudah menyatakan jamak, begitu juga kata hadirin, sudah mengandung makna semua orang yang hadir, oleh karena itu tidak perlu dijamakkan lagi dengan menempatkan kata peserta para. Kalimat yang benar adalah: saudara ketua, hadirin yang terhormat,…..

3.2. Waktu kami menginjak klinik di bulan September… Kalimat diatas jelas salah, karta majemuk tidak tepat diapaki seharusnya memasuki, kata perangkai “di” tidak boleh ditempatkan didepan kata tidak menunjukkan kata tempat, jadi diganti dengan pada. Kalimat yang benar adalah: waktu kami memasuki klinik pada bulan September…..

3.3. Berhubung beryangkitnya penyakit cacar perlu diambil tindakan….. Kalimat diatas salah, kata penghubung yang harus selalu diikuti oleh, dengan, dan dibelakang kata cacar lebih baik dibubui koma. Jadi kalimat yang benar adalah: berhubung dengan berjangkitnya penyakit cacar, perlu diambil tindakan…..

3.4. Atas perhatian saudara dihaturkan banyak terima kasih. Kalimat diatas salah karena kata dihaturkan tidak ada dalam bahasa Indonesia, yang ada kata diucapkan selanjutnya kata banyak juga tidak dipakai, karena tidak lazim. Jadi kalimat yang benar adalah: atas perhatian saudara diucapkan terima kasih…..

3.5. Seluruh sekolah-sekolah yang ada dikota ini tidak menyenangi sistem ujian itu. Kalimat diatas salah. Kata seluruh sudah menunjukkan jamak. Jadi tidak perlu kata yang didepannya diulang, cukup seluruh sekolah. Selanjutnya kata depan di harus dipisahkan. Penulisan kata sisitim seharusnya sistem. Jadi kalimat yang benar adalah seluruh skolah yang ada dikota ini tidak menyenangi sistem ujian itu.

3.6. Seluru anggota perkumpulan itu harus hadir pada jam 14.00 siang.
Kalimat diatas salah.
I. Penulisan anggauta seharusnya anggota.
II. Penulisan hadlir seharusnya hadir (hiperkorek).
III. Menunjukkan waktu dipakai kata yang tepat adalah pukul.
Jadi kalimat yang benar adalah:
Seluruh anggota perkumpulan itu harus hadir pukul 14.00.

3.7. Sejak mulai dari hari Senen yang lalu sangat sedikit sekali perhatiannya
dipelajaran itu. Kalimat diatas salah.
2003 Digitalized by USU digita library 5
.
I. Kata sejak, mulai, dan mencakup pengertian yang sama. Jadi pilih
salah satu.
II. Kata Senen adalah non baku, yang baku adalah Senin.
III. Kata sangat, sekali mencakup pengertian yang sama.
IV. Kata depan “di” pada kata dipelajari tidak tepat, seharusnya pada
pelajaran. Jadi kalimat yang benar adalah:
Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran.
Sejak Senin yang lalu sangat sedikit perhatiannya pada pelajaran itu.

3.8. Sya sudah umumkan supaya setiap mahasiswa-mahasiswa datang besok hari
Sabtu yang akan datang.
Kalimat diatas salah.
I. Saya sudah umumkan, bahasa yang non baku, tidak memakai pola
frase verba.
II. Kata setiap sudah menunjukkan jamak tidak perlu kata yang di
depannya diulang.
III. Kata besok tidak perlu, sebab membingungkan.
Kalimat yang benar:
Sudah saya umumkan supaya setiap mahasiswa datang hari Sabtu yang
akan datang.

3.9. Adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa bahasa Indonesia
adalah bahasa persatuan dan kesatuan resmi negara.
Kalimat di atas salah.
1. Ungkapan adalah sudah merupakan suatu kenyataan bahwa adalah ungkapan mubazir,tanpa ungkapan itu makna sudah jelas pembaca sudah memahaminya.
Kalimat benar adalah:
Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan dan bahasa resmi negara.

3.10. Sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu biasanya dilakkukan tiga kali
seminggu.
Kalimat diatas adalah salah.
I. Penggunaan kata biasanya tidak perlu, karena makna kata itu sudah tersirat dalam ungkapan sebagaimam telah ditetapkan
II. Penulisan kata se- Minggu non bakau, yang baku adalah seminggu. Kalimat yang benar adalah sebagaimana telah ditetapkan pekerjaan itu dilakukan tiga kali seminggu.


4. KESIMPULAN
1. Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok ajuan, yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar.

2. Ragam bahasa baku bahasa Indonesia memang sulit untuk dijalankan, atau yang digunakan karena untuk memahaminay dibutuhkan daya nalar yang tinggi.

3. Dengan menggunakan ragam bahasa baku, seseorang akan menaikkan
prestisenya.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal, E. 1985. Cermat Berbahasa Indonesia untuk perguruan tinggi. Jakarta:
Antar Kota.
--------------------. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Baik Dan Benar. Jakarta: PT
--------------------. 1985. Inilah Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
--------------------. 1993. Pembukaan Bahasa Indonesia. Jakarta: Rhineka Cipta.
Badudu, j.s. 1994. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Bhrata Media.
Chaer, abdul. 1989. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia Untuk Umum. Jakarat: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1979. Pedoman Umum Ejaan yang
Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.





Ejaan Baku Dan Ejaan Tidak Baku Dalam Bahasa Indonesia - Pengertian, Referensi Dan Contoh
Sun, 13/04/2008 - 8:36pm — godam64
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan kata-kata yang salah alias tidak sesuai dengan ejaan dalam Bahasa Indonesia. Salah satu atau dua ejaan kata dalam tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi umum, namun tidak halnya bagi dosen atau guru bahasa indonesia. Ejaan yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu karya tulis ilmiah.
Sebenarnya apa sih definisi atau pengertian ejaan baku dan ejaan tidak baku? Ejaan baku adalah adalah ejaan yang benar, sedangkan ejaan tidak baku adalah ejaan yang tidak benar atau ejaan salah.
Bagaimana untuk mengetahui bahwa kata pada kalimat yang kita tulis tidak menyalahi aturan ejaan baku dan ejaan tidak baku? Cukup dengan membuka buku kamus bahasa indonesia yang terkenal baik yang dikarang oleh yang baik pula sebagai referensi. Contoh Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Contoh ejaan baku dan ejaan tidak baku, di mana yang sebelah kiri adalah salah dan yang sebelah kanan adalah betul :
- apotik : apotek
- atlit : atlet
- azas : asas
- azasi : asasi
- bis : bus
- do'a : doa
- duren : durian
- gubug : gubuk
- hadist : hadis
- ijin : izin
- imajinasi : imaginasi
- insyaf : insaf
- jaman : zaman
- kalo : kalau
- karir : karier
- kongkrit : konkret
- nomer : nomor
- obyek : objek
- ramadhan : ramadan
- rame : ramai
- rapor : rapot
- sentausa : sentosa
- trotoar : trotoir
Ekstra ilmu pengetahuan ejaan yang disempurnakan / eyd :
- kreatifitas : kreativitas
- kreativ : kreatif
- aktifitas : aktivitas
- aktiv : aktif
- sportifitas : sportivitas
- sportiv : sportif
- produktifitas : produktivitas
- produktiv : produktif
Tambahan :
Situs web yang kaya akan ilmu pengetahuan ini pun tidak luput dari kesalahan ejaan. Penulis di dini juga manusia yang tidak luput dari salah. Menulis sambil belajar.

Wacana


  BAB I
PENDAHULUAN

            Lingkungan memiliki tataran bahasa yang lebih luas dari kalimat (rentetan kalimat-paragraf) yang disebut wacana. Istilah wacana merupakan istilah yang muncul sekitar tahun 1970-an di Indonesia (dari bahasa Inggris discourse). Wacana memuat rentetan kalimah yang berhubungan, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan informasi. Proposisi  adalah konfigurasi makna yang menjelaskan isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan statement (pernyataan kalimat).
            Satuan yang minimum bagi wacana adalah apa yang disebut klausa. Klausa berfungsi sebagai penyampai pesan, memiliki struktur yang disusun berdasarkan kaidah (pola urutan) sehingga komunikatif. Para ahli berpendapat bahwa wacana merupakan klaster kalimat yang memiliki satu kesatuan informasi yang komunikatif.  Sampai akhir dasawarsa enam puluhan analisis wacana belum  mendapat perhatian dari para ahli bahasa. Analisis wacana mencapai tahap perkembangannya baru pada tahun 1970-an. Firth (1935) adalah ahli bahasa yang pertamakali menganjurkan studi wacana, melalui gagasannya bahwa konteks situasi perlu diteliti para linguis karena studi bahasa dan kinerja bahasa ada pada konteks.
            Studi bahasa meliputi gramatika dan makna. Gagasan Firth tentang makna (semantik) berdasarkan konteks yang dianggap sebagai hasil suatu perangkat kulminasi kontekstual dalam konteks budaya suatu masyarakat (firth di dalam Kafferty, 1982 : 2). Pemahaman dan anjuran firth kemudian dilupakan orang dan padas saat itu tidak berkembang karena pengaruh Bloomfield, yang lebih berpengaruh kepada ahli-ahli bahasa sejak tahun 1933 dan mendominasi penelitian bahasa pada zaman itu. Dalam studi wacana, kita tidak bisa hanya menelaah bagian-bagian bahasa sebagai unsur kalimat (property), tetapi juga harus mempertimbangkan unsur kalimat sebagai bagian dari kesatuan yang utuh. Untuk menganalisis wacana, perlu dipahami makna wacana itu sendiri.

BAB II
WACANA

2.1    Pengertian Wacana
Para ahli bahasa umumnya berpendapat sama tentang wacana dalam hal satuan bahasa yang terlengkap (utuh) seperti novel, buku, artikel. Pemahaman bahwa wacana merupakan satuan bahasa terlengkap dan merupakan satuan tertinggi dalam hierarki gramatikal, adalah pemahaman yang berasal dari pernyataan, wacana (diseourse) adalah satuan bahasa terlengkap dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini di realisasikan dalam bentuk karangan yang utuh berupa novel, buku seri, seri ensiklopedi, dsb, paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Di jelaskan bahwa wujud wacana dapat dilihat dari segi tataran bahasa, dari mulai tataran yang terkecil “kata” dapat memuat makna yang utuh, dilihat dari informasi yang didukungnya.
Hubungan antar unsur yang terbentuk wacana dinyatakan oleh Moeliono, dkk, (1988), adalah yang disebut rentetan kalimat yang berkaitan sehingga terbentuklah makna yang serasi diantara kalimat-kalimat itu atau wacana adalah rentetan kalimat-kalimat itu atau wacana adalah rentetan  kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proporsisi yang satu dengan proporsi yang lain, membentuk satu kesatuan. Pemahaman wacana yang menekankan unsur keterkaitan kalimat-kalimat, disamping hubungan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan. Pemahaman wacana yang  menekankan unsur keterkaitan kalimat-kalimat, disamping hubungan proporsisi sebagai landasan berpijak, mengisyaratkan konfigurasi maka yang menjelaskan isi komunikasi pembicaraan sangat berperan dalam informasi yang ada pada wacana. Kridalaksana, 1984

2.2    Jenis Wacana
Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan je nis pemakaian. Menurut realitasnya wacana merupakan verba dan  non verba sebagai media komunikasi berwujud tutran lisan dan tulis, sedangkan dari segi paparan, kita dapat memperoleh jenis wacana yang di sebut naratif, deskriptif, prosedural, ekspositori dan hortatori, dari jenis pemakaian kita akan mendapatkan wujud monolog (satu orang penutur), dialog (dua orang penutur), dan polllog (lebih dari dua orang penutur).

2.2.1        Realitas Wacana
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistyensi wacana yang berupa verba dan non verba. Rangkaian kebahasaan verba atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; non verba atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (yakni rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna) (bahasa isyarat) berupa isyarat  dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka dan isyarat yang ditunjukan melalui gerak anggota tubuh selain kepala.

2.2.2        Media Komunikasi
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulisan. Sebagai media komunikasi wacana lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan wujudnya dapat berupa sebuah percakapan lengkap dari awal sampai akhir dan satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap biasanya memuat gambaran situasi, maksud).

2.2.3        Pemaparan Wacana
Pemaparan wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan dan sifatnya, berdasarkan pemaparan, wacana meliputi wacana : naratif, prosedural, hortatori, ekspositori dan deskriptif.

Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) memulai penonjolan pelaku. Isi wacana ditunjukan kearah memperluas pengetahuan pendengar dan pembaca.
Wacana hortatori adealah tuturan yang berisi ajakan atau nasehat. Tuturan dapat pula berupa ekspresi yang memperkuat keputusan untuk lebih meyakinkan. Wacana ini digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar terpikat akan suatu pendapat yang dikemulkakan. Contohnya khotbah, pidato tentang politik.
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Pada umumnya ceramah, pidato, artikel pada majalah atau surat kabar.
Wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan. Wacana ini bertujuan mencapai penghayatan yang imajinatif terhadap sesuatu sehingga pendengar atau pembaca seolah-olah merasakan atau mengalami sebdiri secara tidak langsung.
Wacana epistolari digunakan di dalam surat-surat, dengan sistem dan bentuk tertentu. Dimulai dengan alinea pembuka, isi, penutup.



BAB III
SUBPOKOK WACANA

3.1    Kalimat
Kalimat adalah bagian dari wacana, yang berarti wacana ini memiliki beberapa kalimat yang sambung menyambung satu sama lainnya. Jadi kalimat adalah kesatuan ejaan yang menggunakan konsep pikiran dan perasaan.
Kalimat memiliki bagian-bagian lagi diantaranya yaitu :
1.      Anafora, yaitu pengulangan sebuah kata atau lebih pada awal beberapa kalimat / larik yang berturut-turut dengan maksud mencapai efek kesedepapan bahasa atau keefektifan bahasa.
Contoh :
Pak Jamal rumahnya pinggir jalan
Pak Jamal dan –nya merupakan anafora
2.      Deiksis 
Deksis adalah gejala semantis yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya ditafsirkan acuannya dengan memperhatikan situasi pembicara. Deiksis dapat berupa lokasi (tempat), identitas orang, objek, peristiwa, proses atau kegioatan yang sedang dibicarakan atau yang diacu dalam hubungan dimensi ruang pada saat di tuturkan oleh pembicara atau kawan  bicara.
(1)   Kamu ibunya Susi
(2)   Ini orang yang saya cari
(3)   Maria jatuh cinta pada temannya yang tinggal di sana.
(4)   Sekarang pukul 11.20
Unsur yang disebut deiksis pada (1)’ kamu; (2)’Ini (3) Maria, -nya’ (temannya), di sana .4 sekarang. Pada (1), kalimat itu baru benar, bila pesapa benar-benar ibu susi, pada (2) mengacu pada sumber (ini’) Maria pada kenyataanya jatuh cinta pada temannya dengan lokasi yang dilakukan pembicara, pada (4) waktu bicara benar-benar pukul 11.20. secara persona kamu! , (2) “Maria” (nama diri), nya’ (pada temannya mengacu pada teman
 Maria), disana (pronomina demonstratif menunjuk lokasi). (4)’sekarang mengacu pada waktu (temporal).
(Prof. Dr. Hj. T.Fatimah Djajasudarwa : 59).

3.2    Paragraf
           Paragraf merupakan perkembangan dari kalimat. Jadi, pengertian paragraf lebih luas daripada pengertian kalimat. Tetapi kedua-duanya merupakan bagian dari wacana.
           Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989 : 648), paragraf adalah bagian bab dalam suatu karangan (biasanya mengandung satu ide pokok dan dimulai penulisannya dengan garis baru). Jadi, paragraf merupakan gabungan kalimat yang mengemukakan satu gagasan atau satu topik pikiran yang diperjelas oleh kalimat penjelas (soplemen). Pikiran utama daalm sebuah paragraf dapat dinyatakan dengan satuan kalimat atau beberapa kalimat, sehingga pikiran utama dalam sebuah paragraf merupakan topik yang bersangkutan.

3.2.1        Syarat-syarat Paragraf
            Paragraf yang baik harus memiliki beberapa konsep, seperti berikut:
a.       Kesatuan paragraf (kohesi)
b.      Kepaduan paragraf (koherensi)

a.       Kesatuan paragraf (kohesi)
            Bila kita menyusun sebuah paragraf, susunlah kalimat itu secara cermat, sehingga susunan kalimat itu merupakan kesatuan paragraf yang (kohesi). Sehingga isi paragraf dapat dipahami oleh si pembaca/penyimak.
            Kepaduan (kohesi) paragraf dapat dibentuk dengan bantuan :
-  Kata ganti (pronomina)
  Kata ganti terdiri dari :
·             Saya, aku, kita, kami
·             Substitusi (pengganti) yang merupakan pengganti unsur lain, dapat bersifat nominal, verbal, klausa atau campuran, misalnya : sama, seperti itu, sedemikian rupa, demikian, dan begitu.
Contoh : saya dan adik memiliki kesenangan sama,  kami selalu rukun, demikian  tetangga berkata. Pendapat tetangga seperti itu,  saya pelihara baik-baik. Adik pun melakukan hal yang sama.
·             Elipsis yaitu peniadaan atau pelepasan sesuatu yang ada tetapi tidak ditulis atau diucapkan.
Contoh : Adiknya pandai, tetapi kakanya sebaliknya.
·             Konjungsi, konjungsi dipergunakan untuk menggolongkan kata dengan  kata, frase dengan frase, kalusa dengan  klausa, atau kalimat dengan kalimat, paragraf dengan paragraf.
Konjungsi dapat digolongkan menjadi :
-          Konjungsi adversatif : tetapi, namun, dsb
-          Konjungsi klausa : sebab, karena, dsb
-          Konjungsi koordinatif : dan, atau, tetapi, dsb
-          Konjungsi naratif : baik, maupun, entah, dsb
-          Konjungsi subordinatif : meskipun, kalau, bahwa, dsb
-          Konjungsi temporal : sebelum, sesudah, selama, dsb. 

b.      Kepaduan paragraf (koherensi)
      Koherensi atau kepadan paragraf merupakan hubungan logis antara kalimat-kalimat dalam satu paragraf atau wacana. Hubungan logis antara kalimat itu dapat dinyatakan, dengan :
·         Hubungan tambahan : lebih tinggi, selanjutnya, tambahan pula, disamping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu juga, lagi pula.
·         Hubungan pertentangan: akan tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun demikian, sebaliknya, meskipun begitu, lain halnya.
·         Hubungan perbandingan: sama dengan itu, dalam hal yang demikian, sehubungan dengan
·         Hubungan akibat : oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka
·         Hubungan tujuan : untuk itu, untuk maksud itu
·         Hubungan singkat : singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata lain, sebagai simpulan.
·         Hubungan waktu : sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat kemudian.

3.2.2        Pembagian Paragraf Menurut Jenisnya
          Secara tradisional pembagian paragraf menurut jenisnya dalam  sebuah paragraf atau wacana biasanya terdapat tiga macam yaitu :
1.      Paragraf pembuka
          Paragraf pembuka sesuai dengan namanya, paragraf pembuka biasanya ditempatkan di awal paragraf atau wacana.
          Paragraf pembuka harus dapat menarik perhatian ata minat pembaca/penyimak serta harus dapat menghubungkan pikiran pembaca pada masalah berikutnya.
2.      Paragraf Pengembang
          Paragraf pengembang berada di tengah (diantara ) paragraf pembuka dengan  paragraf penutup, dan isi paragraf pengembang inti persoalan yang sedang atau akan dikemukakan.
          Paragraf ini dikembangkan dengan cara eksposisi, deskripsi, narasi, atau dengan cara argumentasi. 
3.      Paragraf penutup
          Paragraf penutup biasanya ditempatkan di akhir paragraf.  Paragraf penutup berisi simpulan semua persoalan yang telah dipaparkan pada bagian-bagian terdahulu (kalimat-kalimat terdahulu).




3.2.3        Pembagian Paragraf menurut Penempatan Topik 
          Pembagian paragraf menurut penempatan topiknya ada empat macam, yaitu :
1.      Paragraf deduksi yaitu paragraf yang topiknya atau kalimat utamanya diawal paragraf.
2.      Paragraf induktif yaitu paragraf yang letak topiknya atau kalimat utamanya disimpan diakhir paragraf.
3.      Paragraf naratif, paragraf naratif tidak memiliki kalimat utama atau topik. Kalimat utamanya /topiknya ada diseluruh paragraf. Jadi si pembicara yang dapat menyimpulkan isi paragraf ini.
4.      Paragraf campuran yaitu paragraf gabungan paragraf induktif dengan paragraf deduktif. Kalimat utamanya atau topik pertama disimpan diawal paragraf merupakan inti pembicaraan, kalimat yang ditengah  merupakan suplemen, sedangkan kalimat yang terakhir merupakan simpulan atau penegasan yang telah diuraikan terlebih dahulu.

2.3.4        Pembagian paragraf berdasarkan penawaran
          Pembagian paragraf berdasarkan penawaran topiknya ada lima macam yaitu :
1.      Paragraf deskriptif sering disebut juga paragraf melukiskan, karena isi paragraf ini melukiskan sesuatu apa yang dilihta, dirasa dan juga bisa apa yang diraba.
2.      paragraf ekspositoris (Eksposisi, paparan), karena isi paragraf ini memaparkan sesuatu atau laporan. Susunan paragraf eksposisi atau paparan ada dua hal yaitu sifat penjelasan atau keterangan yang akan kita berikan, dan tujuan yang akan kita capai.
3.      Paragraf argumentasi (agrumentasi) sering juga dimasukan ke dalam paragraf persuasif, karena paragraf ini berisi membujuk atau mempengaruhi para pembaca atau penyimak terhadap suatu objek. Makna argumen ialah alasan. Jadi argumentasi itu pemberian alasan yang kuat dan meyakinkan.
4.      Paragraf persuasif, adalah paragraf yang mengetengahkan bujukan secara halus supaya yang membaca atau penyimak dapat dipengaruhinya. Paragraf ini mengajak atau membujuk dengan  cara memberikan alasan dan prospek baik yang meyakinkan.
      Ciri-cirinya : -  Jelas, tertib dan teratur
-      hidup cerah dan bersemangat
-      dramatik menggugah perasaan
-      alasan yang kuat 

3.3    Ejaan
           Ejaan merupakan alat untuk memahami sebuah tulisan (karangan), bila tidak ada ejaan dalam sebuah  bahasa kita akan sulit untuk memahami atau menerjemahkan suatu makna paragraf atau pun wacana dalam sebuah artikel. Oleh karena itu, ejaan sangat diperlukan kehadirannya di dalam sebuah tulisan atau karangan.
           Ejaan ialah aturan melambangkan bunyi ujaran yang tertuang dalam kata, kalimat /wacana dalam bentuk tulisan serta penggunaan tanda baca.

3.3.1        Penulisan Hurup
            Hurup yang digunakan dalam bahasa Indonesia yaitu alfabet (a sampai z) cara pengucapannya disesuaikan dengan pedoman EYD. Dalam bahasa Indonesia mengenal juga vokal rangkap atau diftong yaitu biasa ditulis au, ai dan oi. Seperti dalam kata kerbau  diucapkan /kerbow/, kedai diucapkan /kedey/ dan amboi  diucapkan /amboy/.
            Dalam bahasa Indonesia juga mengenal konsonan rangkap seperti nk dalam kata bank diucapkan bang. Selain itu ada lagi ng, ny, sy, kh. Penggunaan kalimatnya dalam kata terbang,  nyonya, masyarakat, khawatir.



3.3.2        Lafal, Singkatan dan Kata
        Singkatan kata adalah kependekan dari beberapa kata dengan maksud memudahkan cara pengucapan dan mempercepat penulisannya.

3.3.3        Pemenggalan (penyukuan) kata
Pemenggalan kata artinya ialah sebuah kata yang dipenggal atau dipotong-potong berdasarkan suku katanya, misalnya kata lari dipenggal menjadi la-ri,  sehingga pemenggalan kata disebut juga penyukuan kata. Apabila memenggal kata kita gunakan tanda hubung ( -) diantara suku-suku kata yang kita penggal, menempatkan tanda hubung harus sejajar dengan  suku kata yang dipenggal setelah spasi. Jangan menggunakan tanda hubung di bawah suku kata yang dipenggal.
Perlu diketahui suku kata yang memiliki satu fonem jangan dipenggal, sehingga tidak terjadi diujung maupun dipangkal baris tidak terdapat satu fonem. Bila akan memenggal  kata jadian, ceraikan dahulu imbuhan dengan kata dasarnya. Baru setelah itu kita penggal kata jadian itu.
Bila kata-kata yang berasal dari dua unsur yang berbeda artinya, cara pemenggalannya ada 2 tahap, tahap pertama kata tersebut pisah dulu unsur-unsurnya. Tahap kedua unsur-unsur kata itu baru dipenggal berdasarkan suku katanya.
            Misalnya :
            Sentimeter : senti-meter= sen-ti-me-ter
            Kilogram : kilo-gram= ki-lo-gram
            Biofarma : bi-o-far-ma

3.3.4        Pemakaian Huruf Kapital (besar) dan Huruf miring
Pemakaian huruf kapital
Pemakaian huruf kapital sebagai berikut :
a)      Huruf kapital digunakan hurup pertama pada awal kalimat
Misal : Mereka berangkat tadi siang
b)      Hurup kapital digunakan sebagai hurup pertama petikan langsung. Misal :
Ayah bertanya, “Kapan mau pulang?”
“Kemarin engkau terlambat,” kata Pak Guru”
c)      Huruf kapital digunakan dalam ungkapan yang berhubungan dengan Tuhan, Kitab Suci, Kata ganti Tuhan.
Misal :
Ya, Allah lindungilah keluargaku dari marabahaya
Berkat karunia-Nya kami bisa menyelesaikan tugas ini.
d)     Hurup kapital digunakan pada hurup awal nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misal :
-      Putra Nabi Muhammad adalah Siti Patimah
-      Tini adalah putri Haji Somad
e)      Huruf kapital digunakan pada hurup pertama nama jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi dan nama tempat.
Misal :
-      Kemarin Presiden Megawati Sukarno Putri berangkat ke Rusia
-      Siapa yang akan menjadi Gubernur Jawa Barat?
f)       Hurup kapital digunakan pada awal unsur nama orang
Misal :
Moh Hatta, I Gusti Ngurahrai
g)      Huruf kapital digunakan pada awal kata nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa
Misal :
-      Daerah Jawa Barat umumnya dihuni oleh suaku Sunda
-      Di kota-kota besar banyak yang menggunakan bahasa Inggris
h)      Hurup kapital digunakan hurup pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misal :
-      Tahun Hijriyah pergantian tahunnya pada bulan Muharam
-      Orang Bali sedang merayakan hari Galungan.
i)        Hurup kapital digunakan sebagai hurup pertama pada nama geografi.
Misal :
Daerah Asia tenggara banyak tertular penyakit Sars.
j)        Huruf kapital digunakan sebagai hurup pertama semua unsur negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan
Misal :
-          Tono bekerja di Dinas Pendidikan bagian  Sarana dan Prasarana.
k)      Hurup kapital digunakan sebagai hurup pertama pada unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintahan
Misal :
-          Lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa
-          Rancangan Undang-undang Kepegawaian
l)        Hurup kapital digunakan pada hurup pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar.
Misal :
Kami disuruh membaca buku Salah Asuhan
m)    Hurup kapital digunakan sebagai hurup pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
Misal :
Dr. doktor
M.A Master of arts
Tn. Tuan
Ny. Nyonya
Sdr. Saudara
n)      Hurup kapital digunakan sebagai hurup pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti Bapak, Ibu, saudara, adik dan paman yang dipakai dalam penyapaan atau pengacuan.
Misal :
“Kapan Bapak dan Ibu berangkat haji?” tanya siswa-siswanya. Kiriman saudara sudah kami terima
Hurup kapital tidak digunakan sebagai hurup pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misal :
Kita harus menghormati ibu dan bapak kita. 
o)      Hurup kapital digunakan sebagai hurup pertama kata ganti
Anda
Misal:
Sudahkah Anda tahu?
Surat Anda sudah kami terima

3.3.5        Pemakaian Hurup Miring
a.       Hurup miring digunakan dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misal :
Anak-anak menyenangi majalah Kuncung dan Bobo 
b.      Hurup miring digunakan sebagai untuk menegaskan atau mengkhususkan hurup, bagian kata, atau kelompok kata.
Misal :
Bab ini tidak mengetengahkan pembelajaran kosakata.
c.       Hurup miring digunakan untuk menuliskan nama ilmiah, ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan dengan ejaan.
Misal :
Nama ilmiah buah manggis ialah Caricinia Mangostana.  

3.3.6        Penggunaan Tanda Baca
            Tanda baca dalam bahasa Indonesia menurut EYD ialah tanda titik (.), koma (,), tanda tanya (?), tanda titik dua (: ) , tanda hubung (-), tanda pisah (-), tanda elipsis (…), tanda seru (! ), tanda petik (“…”), tanda ulang ( -), tanda apostop/penyingkat (‘), tanda garis miring (/).
a.       Tanda titik ( .)
(a)    Tanda titik digunakan pada akhir kalimat
Misal :
Budiman pergi ke sekolah
(b)   Tanda titik digunakan dibelakang angka atau hurup dalam suatu bagan, ikhtisar atau daftar.
      Misal :
      II. landasan teori
          2.1  Pengertian Sastra
(c)    Tanda titik digunakan untuk memisahkan jam, menit dan detik yang menunjukkan waktu
Misal :
Ia berangkat pukul 14.30.21
(d)   Tanda titik digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
4.15.10 jam (4 jam, 15 menit 10 detik)
(e)    Tanda titik digunakan diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit pada daftar pustaka
Misal :
Alwasilah, Drs. A. Cheader.1985 Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung.
(f)    Tanda titik digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misal :
Ia mempunyai uang 5.750.000 rupiah
Tanda bilangan tidak digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukan jumlah.
Misal :
Tini dilahirkan tahun 1990
Nomor teleponku 202122
(g)   Tanda titik tidak digunakan pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dsb.
Misal :
Analisis Wacana Pragmatik
(h)   Tanda titik digunakan dibekalang (1) alamat pengiriman dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
Misal :
Yth. Sdr. Rudiansyah, S.Pd.
       Jalan Angkrek 20
       Sumedang 
b.      Tanda Koma (,)
(a)    Tanda koma digunakan diantara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misal :
Rina membeli sabun, parfum, dan pasta gigi.
(b)   Tanda koma digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului kata seperti tetapi atau melainkan.
Misal :
Itu bukan buku Yanti, melainkan kepunyaan Susi
(c)    Tanda koma digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimat.
Misal :
Karena sakit, Tono tidak masuk sekolah 
(d)   Tanda koma digunakan dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk didalamnya oleh karena itu, lagi pula, meskipun begini, akan tetapi.
Misal :
Jadi, kamu yang jadi biang keroknya
(e)    Tanda koma digunakan diantara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, (4)  nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misal :
Sdr. Hamdan, jalan Angkrek 30, Sumedang
 Sumedang, 01 April 2003
(f)    Tanda koma digunakan untuk memisahkan petikan langsung, dari bagian lain dalam kalimat
Misal :
Kata Ibu “kamu harus segera pulang.”
(g)    Tanda koma digunakan untuk memisahkan kata seperti O, ya, wah, aduh, kasihan dari kata-kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misal :
O, begitu?
(h)   Tanda koma digunakan untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunanya dalam dafatr pustaka.
Misal :
Lubis, A. Hamid Hasan, 1991, Analisis Wacana Pragmatik,  Angkasa.
(i)     Tanda koma digunakan diantara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misal :
W.J.S. Purwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-Mengarang (Yogyakarta : UP  Indonesia, 1967), halaman 4.        
(j)     Tanda koma digunakan diantara nama orang dan gelar akademis yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misal :
M.Santoso, S.Pd.
(k)   Tanda koma digunakan di muka angka persepuluhan atau diantara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka
Misal :
Rp. 17,85 
(l)     Tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi
Misal :
Semua mahasiswa, baik laki-laki maupun perempuan mengikuti latihan degung. 
(m) Tanda koma digunakan untuk menghindari salah baca dibelakang keterangan  yang terdapat pada awal kalimat
Misal :
Atas perhatiannya, saya ucapkan terima kasih. 
(n)   Tanda koma tidak digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misal :
“Dimana Saudara tinggal ?” tanya Yudi.
c.       Tanda Titik Koma (;)
(a)    Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
      Misal :
      Malam semakin larut; pekerjaan belum selesai juga.
(b)   Tanda titik koma digunakan sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara didalam kalimat majemuk.
    Misal :
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur;


  1. Tanda Titik Dua ( : )
(a)        Tanda titik dua tidak digunakan jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misal :
Fakultas itu mempunyai jurusan Bahasa Inggris, Ekonomi dan Sejarah. 
(b)       Tanda titik dua digunakan sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian
Misal :
Ketua                  : Tono
Sekretaris            : Yani
Bendahara           :  Yuni
(c)        Tanda titik dua digunakan dalam teks drama.
Misal :
Ibu           : (duduk santai sambil nonton tv) “ambilkan kacamata !”
Andi        : “Baik, Bu.” (sambil membawa kacamata).
Ibu           : “Terimakasih, Di.” (sambil menerima kacamata).
(d)       Tanda titik dua digunakan (1) diantara jilid atau nomor dan halaman, (2) diantara bab dan ayat dalam kitab suci, (3) diantara judul dan anak judul suatu karangan, serta (4) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misal :
Karangan Sutomo, Pembinaan Bahasa Indonesia : sebuah kajian, sudah terbit

  1. Tanda Hubung ( - )
(a)        Tanda hubung digunakan untuk menghubungkan suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misal :
Kita harus datang tepat pa-
da waktunya 
(b)       Tanda hubung digunakan untuk menyambung awalan dengan bagian kata dibelakangnya atau akhiran dengan kata di depannya pada pergantian baris
Misal :
Senjata itu merupakan alat pertahan-
an yang canggih.
(c)        Tanda hubung digunakan untuk menyambungkan hurup kata yang di eja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misal :
k-e-t-u-a
11-04-2010
(d)       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang
Misal :
Ibu-ibu itu sedang mengadakan arisan. 
(e)        Tanda hubung untuk memperjelas (1) hubungan bagian kata atau ungkapan dan (2) penghilang bagian kelompok kata.
Misal :
ber-evolusi, kesetiakawanan-sosial 
(f)        Tanda hubung digunakan untuk merangkai (1) se- dengan kata berikutnya yang dimulai hurup kapital, (2) ke- dengan angka, (3) angka dengan –an, (4) singkatan berhurup kapital dengan imbuhan atau kata, (3) nama jabatan rangkap.
Misal :
Perlombaan baca puisi Se-Kabupaten Sumedang  
(g)       Tanda hubung digunakan untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing

  1. Tanda Pisah ( - - )
(a)        Tanda pisah digunakan untuk membatasi penyusupan kata atau kalimat yang memberi penjelasan diluar bangun kalimat.
Misal :
Kemerdekaan itu – saya yakin akan tercapai – diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri 
(b)       Tanda pisah digunakan untuk menegaskan keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi jelas.
(c)        Tanda pisah digunakan diantara dua bilangan atau tunggal dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’
Misal :
1942 – 1980
Tanggal 15 – 26 April 2003
Jakarta – Bandung 

  1. Tanda Elipsis ( … )
(a)        Tanda elipsis digunakan dalam kalimat yang terputus-putus
Misal :
-      Kalau begitu  … ya, marilah kita maju.
(b)       Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misal :
Sebab-sebab kemerostotan … akan diteliti ulang.

  1. Tanda Tanya ( ? )
(a)        Tanda tanya digunakan pada akhir kalimat tanya.
Misal :
Siapa yang sakit ? 
(b)       Tanda tanya digunakan di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya
Misal :
Ia lahir pada tahun 1950 (?)


  1. Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan setelah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosional yang kuat.
Misal :
Ambilah barang-barang itu !

  1. Tanda kurung ( ( … ) )
(a)        Tanda kurung digunakan untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
(b)       Tanda kurung digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misal :
Keterangan itu (lihat tabel 10) menunjukan arus perkembangan baru dalam pemasaran luar negeri
(c)        Tanda kurung mengapit hurup atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan
Misal :
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Sumedang.
(d)       Tanda kurung mengapit angka atau hurup yang merinci satu urutan keterangan.
Misal :
Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, (c) modal.

  1. Tanda Kurung siku  ( [ … ] )
(a)        Tanda kurung siku mengapit hurup, kata, atau kelompok kata sebagai koneksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli
Misal :
Sang Sapurba me [d]engar bunyi gemerisik.
(b)       Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung
Misal :
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya di bicarakan didalam Bab II [lihat halaman 35-38] tidakl dibicarakan) perlu dibentangkan disini.

  1. Tanda Petik ( “…” )
(a)        Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahkan tertulis lain.
Misal :
“Saya belum siap,” kata Mira, “Tunggu sebentar.” 
(b)       Tanda petik mengapit judul syair karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misal :
Bacalah puisi dengan judul “Aku” karya Khairil Anwar !
(c)        Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mengaandung arti khusus.
Gadis itu mengenakan celana “Cutbray”
(d)       Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misal :
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
(e)        Tanda petik penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang digunakan dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Karena kelincahannya, Doni mendapat julukan “Si Genit”


 
  1. Tanda Petik tunggal ( ‘…’ )
(a)        Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misal :
Tanya Burhan “Kau dengar bunyi ‘Kring-kring’ tadi?”
(b)       Tanda petik tunggal digunakan untuk mengapit makna, terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
Misal :
feed-beek ‘balikan’

  1. Tanda Garis Miring ( / )
(a)        Tangda garis miring digunakan didalam nomor surat dan nomor pada alamat atau penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin
Misal :
No. 7/04/2003
Tahun pelajaran 2009/2010
(b)       Tanda garis miring digunakan sebagai pengganti kata atau, tiap
Misal :
‘dikirim lewat darat/laut’

  1. Tanda Penyingkat atau Aprostop ( ` )
Tanda Aprostop digunakan untuk menunjukan penghilanganbagian kata atau bagian angka tahun.
Misal :
Ali `kan kusurata (`kan = akan)

3.4    Referensi dan Inferensi (Pengacuan dan perujukan)
(1)   referensi dan Inferensi (Pengacuan dan Perujukan)
Pengacuan adalah unsur yang kerap kali di ulang untuk menjelaskan arti (maksud) seperti unsur pelaku, penderita, pelengkap, dan perbuatan.
Mis al :
Widodo mau berabgkat kuliah  , wajahnya agak kusam, karena dia bangun kesiangan, lebih-le bih pagi itu akan ada ujian perbaikan nilai
Penjelasan :
Kata ganti nya, dia dalam kalimat itu referensi Widodo 
(2)   Inferensi
Inferensi merupakan proses yang harus di lakukan pembaca atau penyimak untuk memahami (menafsirkan) arti yang diinginkan penulis / pembaca (yang diinginkan penulis/ pembicara secara harfiah tidak terdapat dalam wacana.
Misal
“Wah, hausnya hari ini !”, kata Pak Dirman. Maksud Pak Dirman ia sebenarnya mau minum tetapi dalam tuturannya tidak diucapkan (inferensi).

3.5    Bahasa
Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan isi hati, cara penyampaian itu ada da cara yaitu dengan menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis.
Menurut ragamnya bahasa itu dibagi dua, yaitu bahasa baku dan bahasa nonbaku.
Bahasa buku (standar) merupakan bahasa yang telah dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai bahasa kerangka acuan atau rujukan norma bahasa dalam penggunaannya.
Sedangkan bahasa non baku adalah yang tidak dilembagakan dan aturannya cara pemakaiannya menyimpang dari bahasa baku.
Ciri-ciri bahasa
  1. Kemantapan Dinamis (mantap)
Kemampuan dinamis artinya dengan bahasa yang berlaku 


  1. Cendekia
Cendekia artinya digunakan di tempat-tempat yang resmi. Bisa juga bahasa baku dalam dunia pendidikan.
  1. Seragam  
Pembakuan suatu bahasa itu merupakan menyeragamkan cara penulisan / pengucapan suatu kata / kalimat dalam suatu bahasa. 


 DAFTAR FUSTAKA

Prof. DR. HJ. T. Fatimah Djajasudarma. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur.

Prof. A. Hamid Hasan Lubis. 1991. Analisis Wacana Pragmatik

Udin Ganda Supriadi, Drs. M. Hum. 2009. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia.
 





KATA PENGANTAR


            Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
            Makalah yang mengambil judul “Wacana” semoga dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Wacana sebagai dasar dalam pemahaman teks sangat diperlukan masyarakat bahasa dalam komunikasi dengan informasi yang utuh. Wacana juga merupakan bagian dari penyusunan buku teks Bahasa Indonesia disamping kosakata, sintaksis, menulis dan berbicara.
            Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penyusunan makalah ini disadari jauh dari kata sempurna. Tak ada gading yang tak retak, tegur sapa serta saran sangat kami harapkan.


Sumedang, Maret 2010
Penyusun,



         Kelompok 1









DAFTAR ISI


Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................
BAB I      PENDAHULUAN
BAB II    WACANA
2.1    Pengertian Wacana ..................................................................
2.2    Jenis Wacana ............................................................................
2.3    Realitas Wacana .......................................................................
2.4    Media Komunikasi ...................................................................
2.5    Pemaparan Wacana ..................................................................
BAB III   SUB POKOK WACANA
            Kalimat .....................................................................................................
            Paragraf......................................................................................................
                                Syarat-syarat Paragraf .....................................................................................
                                Pembagian Paragraf Menurut Jenisnya ...........................................................
                                Pembagian Paragraf Menurut Penerapan Pokok .............................................
                                Pembagian Paragraf Menurut Berdasarkan
            Penawaran .....................................................................  
            Ejaan .........................................................................................................
            Penulisan Huruf ........................................................................................
            Lafal, Singkatan dan Kata ........................................................................
            Pemenggalan (Penyukuan) Kata ...............................................................
            Pemakaian Hurup Kapital .........................................................................
            Pemakaian Hurup Miring ..........................................................................
            Penggunaan Tanda Baca ...........................................................................
            Referensi dan Inferensi .............................................................................
            Bahasa .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA